Gempuran Impor Ayam, Peternak Kian Muram

 Gempuran Impor Ayam, Peternak Kian Muram

Oleh : Nindira Aryudhani, S. Pi, M. Si (Koordinator LENTERA)

Indonesia terancam gempuran daging ayam impor murah dalam beberapa waktu ke depan. Penyebabnya bukan karena kekurangan stok di dalam negeri, melainkan ada kewajiban dari Indonesia untuk memenuhi tuntutan setelah kalah gugatan dari Brasil di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) (cnbcindonesia.com, 24/4/2021). Dan sebagai konsekuensinya, sekitar 14 negara selain Brasil sudah siap mengekspor daging ayam ke Indonesia (tirto.id, 29/10/2020).

Tak pelak, peternak ayam dalam negeri dipastikan terancam. Terbukanya keran impor akan membuat pasokan daging ayam di pasaran menjadi berlebih. Akibatnya, akan memukul harga jual. Roda ekonomi peternak lokal pun makin muram.

Indonesia-Brasil Terlibat Perang Dagang?

Perang dagang ayam antara Brasil dan Indonesia bukanlah kisah baru. Pada 2014, Brasil mengadukan Indonesia kepada WTO karena dianggap menghambat masuknya produk daging ayam beku dan olahan dari Negeri Samba tersebut (tempo.co, 23/7/2019).

Pada gugatan tahun 2014 itu, Indonesia sudah kalah. Pasalnya, Brasil mengeluhkan penerapan aturan tak tertulis oleh Indonesia yang dianggap menghambat ekspor ayam Brasil ke Indonesia sejak 2009 silam.

Gugatan ini masih terus berpolemik. Sampai-sampai, pada tahun 2018, Indonesia harus mengubah ketentuan impornya. Yakni Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 65 Tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan, dan Olahannya ke Dalam Wilayah NKRI.

Namun, Brasil tetap tidak puas dengan perlakuan Indonesia. Pada Juni 2020, Brasil mengatakan Indonesia masih menghalang-halangi ekspor daging ayamnya ke Indonesia dengan menunda sertifikasi kebersihan dan produk halal. Padahal, Brasil telah menyatakan diri sebagai produsen dan eksportir ayam halal terbesar di dunia.

Pada akhirnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI mengungkapkan bahwa Indonesia masih melakukan negosiasi dengan Brasil terkait pembukaan impor daging ayam potong dari negara tersebut. Namun negosiasi ini bukanlah untuk menghalangi masuknya impor. Karena yang tengah dilakukan hanyalah tahap pelaporan kepatuhan terhadap keputusan WTO. Yakni untuk memenuhi hal-hal yang memang belum dipenuhi oleh Indonesia. Ini artinya impor ayam dipastikan tetap terjadi.

Mahalnya Pakan Ternak, Hanya Kambing Hitam?

Peliknya industri perunggasan Indonesia terletak pada daya saingnya yang sangat lemah. Hal ini tersebab oleh mahalnya harga pakan, yang jelas berpengaruh pada tingginya harga daging ayam.

Perlu diketahui, harga pakan menempati porsi sekitar 70% biaya produksi pertumbuhan ayam, baik broiler maupun layer (cnbcindonesia.com, 24/4/2021).

Namun demikian, sektor pakan ternak di dalam negeri juga tak kalah runyam. Hal ini diantaranya karena terdapat para peternak raksasa. Selain sebagai produsen ayam dan produk olahan ayam, mereka juga produsen pakan ternak, termasuk pakan ayam. Sebut saja PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk, PT Malindo Feedmill Tbk, PT Cargill Indonesia, Grup PT Cheiljedang Feed, PT Dae Yool, dsb.

Mereka menguasai industri peternakan dari hulu hingga hilir. Lokasi pabriknya pun ada di beberapa kota di Indonesia. Dari sini saja, sudah terjawab alasan di balik mahalnya harga pakan ternak, khususnya ayam.

Jelas sekali, sektor produksi pakan ternak sudah dikuasai korporasi besar asing. Dari sisi modal dan daya saing, mereka adalah pemain kuat dan besar. Akibatnya, peternak lokal terpaksa harus membeli pakan dari korporasi besar ini.

Abainya Penguasa

Jelas sekali, keberadaan WTO meniscayakan hegemoni perdagangan ayam secara internasional. Dalam hal ini, negara-negara ekonomi lemah, pasti kalah telak dengan negara ekonomi maju. Karena negara maju bisa dengan cepat dan mudah menguasai pasar, baik domestik maupun global. Mereka juga didukung modal besar.

Masalahnya, untuk negara-negara ekonomi lemah, biasanya lemah pula sistem politiknya. Akibatnya, pemerintahan mereka tak punya supremasi untuk menahan paksaan impor dengan dalih kebijakan WTO. Tapi di sisi lain, mereka juga abai dengan ketercukupan pemenuhan kebutuhan bahan pangan ayam bagi rakyatnya. Penguasa beserta kroni-kroni di lingkarannya acap kali lebih fokus memburu rente impor daripada mengurus kebutuhan rakyatnya dengan sungguh-sungguh.

Padahal, keberadaan impor, jelas menunjukkan makin berlepas tangannya penguasa untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya pangan di dalam negeri. Adanya impor pangan juga tidak menjamin distribusi bahan pangan berbasis peternakan bagi rakyat. Yang ada, rakyat yang sudah miskin tetap saja berjuang sendiri mencari sesuap nasi tanpa ditanggung sedikit pun oleh negara.

Jadi terjawab sudah, adanya skema impor itu untuk siapa. Yang pasti bukan untuk rakyat umum. Andaikata produk impor sudah tak layak konsumsi pun mereka tak peduli. Bahkan tinggal perintahkan untuk memusnahkannya.

Pemberdayaan Peternakan Ayam Dalam Sistem Islam

Dalam Islam, untuk mewujudkan kedaulatan pangan serta kesejahteraan bagi rakyat dan peternak, kuncinya terletak pada visi kemandirian negara dan politik ekonomi yang sahih yang dijalankan oleh pemerintah yang benar.

Islam meyakini bahwa seorang pemimpin/penguasa adalah pengurus urusan rakyatnya. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw : “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

Rasulullah saw juga bersabda : “Sesungguhnya seorang imam (pemimpin) adalah perisai, orang-orang berperang dari belakangnya dan menjadikannya pelindung, maka jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘azza wa jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggungjawab atasnya.” (HR. al-Bukhari, Muslim, an-Nasai dan Ahmad).

Bahkan Allah SWT juga telah melarang dengan tegas intervensi pihak asing atas kaum muslimin. Sebagaimana firman-Nya: “Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman” (TQS An-Nisaa [04]: 141).

Islam memiliki negara Khilafah Islamiah sebagai negara berideologi Islam. Hanya Khilafah yang siap melaksanakan perintah Allah serta sunnah Rasul-Nya tersebut.

Khilafah adalah negara yang mandiri dan independen. Khilafah memiliki supremasi untuk melawan hegemoni lembaga-lembaga dan kebijakan internasional semacam WTO. Sebab ini semua bentuk penjajahan yang haram hukumnya terjadi pada kaum muslimin.

Khilafah juga akan menjamin keberlangsungan sektor peternakan ayam. Di aspek hulu, Khilafah merealisasikan iklim peternakan yang kondusif, menyediakan kawasan khusus peternakan, menjamin rantai pasokan pakan, riset dan teknologi produksi ternak dan pakan, obat-obatan, bahkan menjamin ketersediaan modal usaha peternakan hulu. Kondisi ini akan sangat menunjang swasembada hasil ternak hingga bisa mencapai surplus.

Di samping itu di aspek hilir, Khilafah juga menjamin iklim perdagangan yang memadai bagi produk peternakan, baik produk segar, beku, maupun olahan. Khilafah akan melaksanakan mandat penyediaan serta distribusi bahan pangan pokok dan sumber nutrisi berbasis sumber daya peternakan bagi rakyat banyak dengan tingkat pemenuhan orang per orang.

Khatimah

Wahai kaum Muslim, sesungguhnya segala kebaikan dan keberkahan hidup kita terletak pada pengembalian fungsi Islam sebagai ideologi negara. Islam adalah tata aturan kehidupan, bukan sekadar agama ritual. Yakni melalui tegaknya Khilafah.

Melalui Khilafah selaku negara berideologi Islam, kemashlahatan umum rakyat dapat terlindungi seutuhnya dari segala hegemoni ideologi kufur. Maka sungguh Khilafah adalah kebutuhan mendesak yang tidak boleh tertunda.[]

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *