KH Hasyim Asy’ari Hilang dari Kamus, Pengamat: Patut Diduga Ada Unsur Kesengajaan
Mediaumat.news – Nama Pendiri Nahdlatul Ulama KH Hasyim Asy’ari yang hilang dari draf Kamus Sejarah Indonesia Kemendikbud, dinilai Pengamat Politik Dr. Ryan, M.Ag. sebagai kebijakan yang patut diduga ada unsur kesengajaan.
“Kebijakan-kebijakan dari pemerintah termasuk yang dilakukan oleh Kemendikbud itu saya lebih cenderung ini patut diduga ada kesengajaan,” ujarnya dalam Kabar Siang: Polemik ‘Kamus’ Kemendikbud: Tokoh Komunis Muncul, Tokoh Islam Hilang, Rabu (21/04/2021) di kanal Youtube News Khilafah Channel.
Ryan mengatakan, hanya ada potretnya di sampul halaman dalam. “Sebenarnya ada potret Syekh Hasyim Asy’ari, tetapi di dalamnya entri tentang beliau itu tidak ada,” ungkapnya dengan menunjukkan ketidakcermatan lain berupa tipo kata ‘Indonesia’ yang ditulis ‘Indonoesia’ di judul, halaman 5 versi PDF.
Lebih lanjut, dari aspek nonteknis, ia mengkhawatirkan, buku itu bisa dipersepsikan bernuansa islamofobia karena yang muncul justru banyak sekali entri tokoh-tokoh kiri (komunis). “Mulai dari Sneevliet sampai kemudian Aidit, Samaoen,” ungkapnya.
Meskipun kemudian Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid mengklarifikasi kesalahan dengan menarik buku cetaknya, Ryan menyesalkan, karena dilakukan setelah munculnya protes masyarakat. “Setelah diprotes, baru kemudian ditarik,” ujarnya.
Bukan Pertama
Terkait kinerja Kemendikbud era rezim Jokowi-Amin, kegaduhan seperti itu bukan yang pertama. Sebelumnya, di dalam draf Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035, terjadi kasus penghilangan frasa agama. Kemudian kasus tidak bolehnya mewajibkan seragam (syar’i) sekolah, juga dilakukan dengan pola sama.
Sehingga menurutnya, memang terdapat indikasi kuat nuansa islamofobia. “Patut diduga adanya apa yang disebut dengan nuansa islamofobia atau kebencian terhadap Islam. Walaupun dengan berbagai cara dan juga mekanisme yang dilakukan,” terangnya.
Dengan demikian, semakin memperlihatkan pola sekularisasi pendidikan yang menurutnya, menjadikan agama Islam seolah terbatas pada persoalan ibadah ritual dan individual. Padahal, kesempurnaan agama Islam mencakup seluruh aspek kehidupan.
Sehingga membuat para milenial (Muslim) sebagai generasi bangsa menjadi asing dengan agamanya sendiri. “Seolah-olah tidak ada hubungan antara urusan-urusan yang terkait dengan pendidikan (sejarah) tadi dengan agama,” jelasnya.
Di sisi lain, dengan tidak menjadikan Islam sebagai dasar dari segala urusan, juga akan berakibat tidak terwujudnya keberkahan hidup. Sebagaimana secara empiris, telah melahirkan berbagai fasad atau kerusakan di tengah-tengah masyarakat.
Agar tidak terulang, Ryan menunjukkan apa yang harus diterapkan di tengah kehidupan. “Maka yang harusnya diterapkan itu adalah akidah Islam sebagai pondasi di dalam (kehidupan) bermasyarakat dan bernegara,” tuturnya.
Dengan senantiasa meneladani Rasulullah SAW dan para sahabat dalam penerapan sistem Islam secara kafah, Ryan yakin, keberkahan hidup akan terwujud. “Melalui tegaknya sistem Islam, maka berkah dan rahmatan lil alamin itu akan terjadi. Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur itu insyaallah akan kemudian terwujud,” pungkasnya.[] Zainul Krian