Peleburan Dikti ke dalam Kemendikbud, Prof. Daniel: Menguatkan Agenda Penjongosan
Mediaumat.news – Cendekiawan Muslim Prof. Daniel Mohammad Rosyid, Ph.D., M.RINA menyebut peleburan Pendidikan Tinggi (Dikti) ke dalam Kemendikbud menguatkan agenda penjongosan.
“Peleburan Dikti ke dalam Kemendikbud menguatkan agenda penjongosan sekaligus pendunguan nasional,” ujarnya kepada Mediaumat.news, Ahad (11/4/2021).
Ia mengatakan, Dikti dianggap perpanjangan dari Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen). Padahal tugas universitas berbeda dengan persekolahan massal yang kini menjadi komponen utama sistem pendidikan nasional.
Ia menyebut, di negara maju, tradisi kampus jauh lebih tua daripada tradisi sekolah dan tugas universitas adalah knowledge, creation and innovation.
Menurut Prof. Daniel, sekolah yang kini memonopoli radikal sisdiknas hanya merupakan instrumen teknokratik penyiapan buruh murah dan menempatkan perguruan tinggi sekedar kelanjutan SMA adalah keliru.
“Banyak perguruan tinggi kini disibukkan oleh upaya memperbaiki lulusan SMA yang tidak mandiri belajar dan tidak dewasa,” ucapnya.
Prof. Daniel menilai, kekuatan kontrol setelah parlemen lumpuh dan media massa menjadi corong pemerintah, hanya tinggal perguruan tinggi. Namun kekuatan kontrol berbasis kampus itu kini hilang sama sekali. Perguruan tinggi bukan lagi lembaga yang memiliki kebebasan untuk menyatakan pendapat yang berbeda dengan kebijakan pemerintah. Sehingga alasan pokok perguruan tinggi memiliki keistimewaan memberi gelar akademik saat ini bisa dipertanyakan karena kebebasan akademik yang hilang ini.
Berdasarkan pengalamannya selama 30 tahun lebih di universitas dan menjadi mitra kerja berbagai kementerian, Prof. Daniel menyebut bahwa pemerintah sering terlalu percaya diri untuk menerima masukan pakar mandiri dari kampus. Apalagi banyak anggota eksekutif dan legislatif kini memburu gelar akademik hingga jabatan profesor.
Ia mengungkapkan, hampir-hampir tidak pernah ada hasil penelitian perguruan tinggi digunakan dalam perumusan kebijakan pemerintah. Proyek-proyek penelitian juga dijadikan instrumen korupsi melalui banyak ‘kick back’ yang berujung di kantong anggota parlemen lagi.
“Bahkan kini pakar dari universitas dengan mudah dipandang sebelah mata oleh birokrat,” pungkasnya.[] Agung Sumartono