Ringkasan Bagaimana Khilafah Dihancurkan
Saat ini, sudah 100 tahun Khilafah dihancurkan di bulan Rajab 1342 Hijriah oleh kolonialis dan penguasa antek mereka di dunia Muslim. Sangat penting untuk melihat dengan jelas tentang apa yang sebenarnya terjadi sehingga Ummat Islam dapat memahami bagian yang paling menyakitkan dalam sejarah mereka. Diharapkan melalui penjelasan ini, Ummat Islam akan termotivasi dan tabah dalam bekerja untuk menegakan kembali Negara yang menjadi pelindung dan perisai mereka, Negara Khilafah. Ketiadaannya telah membuat Ummat Muslim menjadi yatim piatu sementara saat ini sang pembunuh ibunya ‘Khilafah’ berkeliaran bebas dengan belati di tangan mereka selama 100 tahun!
Kehancuran Daulah Islam tidak dimulai pada tahun 1342 H. Namun, tahun itu adalah puncak dari rencana jahat yang dirancang oleh musuh-musuh Islam selama berabad-abad. Upaya pertama adalah melenyapkan Daulah Islam di Madinah di bawah kepemimpinan Nabi (Saw) oleh invasi tentara musyrik yang dipimpin oleh Abu Sufyan bin Harb sebelum dia menjadi seorang Muslim. Upaya itu gagal walaupun mereka mendapat dukungan dari para pengkhianat di antara orang-orang Yahudi yang tinggal di dalam Madinah.
Permusuhan musuh-musuh Islam diperburuk oleh pembebasan pertama al-Quds pada masa pemerintahan Khalifah Umar al-Faruq (ra) di bawah komandan Abu Ubaidah Ibnu Al-Jarrah (ra) pada tahun 638 M. Hal ini membuat musuh-musuh Islam menjadi lebih dendam. Karena kebenciannya, mereka merancang dan melancarkan perang Perang Salib pertama di bawah kepemimpinan Paus Urbanus II pada abad ke-11 Masehi yang menyebabkan pembantaian umat Islam dan pengambilalihan al-Quds oleh mereka. Setelah 200 tahun, komandan militer Muslim Salahuddin al-Ayyubi (rahimahullah) bangkit melawan tentara salib dan mengalahkan mereka pada tanggal 4 Juli 1187 M pada Pertempuran Hattin. Itu merupakan pembebasan al-Quds untuk kedua kalinya.
Khilafah di bawah kepemimpinan Muhammad al-Fatih mengalahkan Kekaisaran Bizantium dan menaklukkan Konstantinopel pada abad ke-15 Masehi. Hal itu memenuhi nubuwah dari Rasulullah (Saw): “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan”. (HR Ahmad). Kemudian Islam menyebar dan mengetuk pintu gerbang Eropa selatan dan timur. Banyak penduduk Albania, Bulgaria, Yugoslavia di antara negara-negara Eropa yang memeluk Islam secara sukarela. Kemudian Khilafah di bawah Khalifah Sultan Sulaiman melancarkan Pengepungan Wina pada bulan September – Oktober 1529 M.
Setelah pengepungan Wina, orang-orang Eropa merasa terancam hingga ke pusat wilayahnya. Maka, mereka memutuskan untuk bersatu dan membentuk aliansi untuk menghentikan perluasan Khilafah dan menghancurkan yang menjadi kekuatannya, yakni Islam. Orang-orang Eropa yaitu tentara salib mengakui bahwa kaum muslim tidak terkalahkan selama mereka berpegang teguh pada akidah Islam. Dengan kata lain, selama mereka mematuhi Al-Qur’an dan Sunnah. Oleh karena itu, jika mereka ingin berhasil dalam tipu dayanya, maka mereka harus menjauhkan umat Islam lebih jauh lagi dari Islam kaffah dengan cara menanamkan budaya non-Islam melalui pendirian pusat-pusat ‘misionaris’ pada akhir abad ke-16 Masehi.
Mereka mendirikan pusat misionaris pertama di Malta yang berfungsi sebagai markas untuk melakukan serangan misionaris terhadap Islam. Pusat-pusat misionaris ini dioperasikan dengan berkedok institusi pendidikan dan ilmiah. Awalnya, pengaruh mereka terhadap umat Islam sangat minim karena Khilafah dalam kondisi stabil meskipun mulai kekuatannya mulai menurun. Namun, pada abad ke-18 hingga ke-19, keadaan Khilafah menurun dengan cepat sehingga para misionaris mengeksploitasi kelemahan itu dan menyebarkan pemikiran dan konsep-konsep jahat mereka kepada rakyat. Maka, mereka menjadikan kota Beirut sebagai pusat kegiatan misionaris mereka pada abad ke-19.
Pekerjaan para misionaris itu berlanjut sementara pada saat yang sama Inggris, Prancis dan Rusia bersama-sama melancarkan serangan terpisah terhadap Khilafah Uthmani. Rusia merebut Krimea, Ukraina Selatan dan Kaukasus Utara. Inggris merebut Mesir, Sudan dan India. Prancis menduduki Afrika Utara. Itu merupakan skema ganda yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam sedemikian rupa sehingga pada akhir Perang Dunia Pertama hanya Turki yang tersisa dan berada di bawah pasukan sekutu.
Para misionaris itu memiliki dua sasaran utama sepanjang keberadaan mereka: pertama – memisahkan orang-orang Arab dari Khilafah Utsmani dan kedua-memisahkan kaum muslim dari ikatan Islam. Mereka dipelopori oleh Inggris dan Prancis yang menjadi sekutu mereka yang lain. Mereka melangkah lebih jauh dengan membentuk ‘Asosiasi Rahasia’ pada tahun 1875 M di Beirut untuk mendorong nasionalisme Arab di antara penduduk dengan menerbitkan deklarasi kemerdekaan politik dan selebaran-selebaran terutama kepada orang-orang yang tinggal di Suriah dan Lebanon. Di sisi lain mereka membangkitkan permusuhan terhadap Turki dengan menuduh bahwa mereka telah merebut otoritas pemerintahan dari orang-orang Arab dan telah melanggar Syariat Islam.
Secara bersamaan, mereka membangkitkan nasionalisme Turki di antara orag-orang Turki. Oleh karena itu, mereka membentuk gerakan Turki Muda pada tahun 1889 dan berhasil mencapai kekuasaan pada tahun 1908 kemudian mengusir Khalifah, Abdul-Hamid II. Selain itu, seruan nasionalisme Arab berhasil dicapai saat Sharif Hussein seorang agen Inggris dari Makkah memimpin pemberontakan Arab terhadap Khilafah Uthmani pada tahun 1916. Pemberontakan itu menyebabkan dipecah-pecahnya wilayah Khilafah Uthmani dan kemudian ditempatkan di bawah otoritas Inggris dan Prancis.
Inggris memelihara Mustafa Kemal, sang pengkhianat yang dikutuk oleh Allah (Swt). Pada tahun 1922, Menteri Luar Negeri Inggris, Lord Curzon mengoordinasikan Konferensi Lausanne yang membahas kondisi kemerdekaan Turki. Syarat-syaratnya adalah: pertama- menghapus Khilafah secara total, kedua – membuang Khalifah ke pengasingan di luar perbatasan Turki, ketiga- menyita aset Khilafah dan keempat- deklarasi bahwa Turki telah menjadi negara sekuler. Kaum muslim di Turki menolak memenuhi keempat syarat tersebut. Oleh karena itu, Barat memaksa Mustafa Kemal pada tanggal 3 Maret 1924 untuk menggunakan kekuatannya dan meneror rakyat dengan mengesahkan RUU Penghapusan Khilafah yang membuka jalan bagi penghancuran Khilafah secara resmi!
Inggris dan sekutunya mengakui kemerdekaan Turki dan bersama-sama menarik pasukan mereka yang ditempatkan di Turki. Anggota-anggota Parlemen Inggris (House of Commons) memprotes langkah itu namun Lord Curzon menanggapinya dengan mengatakan: “Situasi sekarang adalah bahwa Turki sudah mati dan tidak akan pernah bangkit lagi, karena kita telah menghancurkan kekuatan moralnya, Kekhalifahan dan Islam.” Dia menambahkan, “Kita harus mengakhiri apa pun yang membawa persatuan Islam antara putra-putra muslim. Sebagaimana kita telah berhasil melenyapkan Khilafah, kita harus memastikan bahwa persatuan umat Islam tidak akan pernah muncul lagi, apakah itu persatuan intelektual atau persatuan budaya.” Sejak saat itu, serangan Barat terhadap Islam terus berlanjut hingga saat ini.
Inggris dan Prancis yang diwakili oleh para diplomat mereka Mark Sykes dan Francois Georges -Picot memecah belah Negara Khilafah bersatu menjadi negara-negara boneka mereka dan menawarkannya kepada agen-agen mereka di dunia Muslim untuk menjadi penguasanya. Peta Timur Tengah saat ini didasarkan pada keinginan kedua utusan penjajah itu dan tetap menjadi warisan mereka atas Khilafah yang ada sebelumnya! Sejak saat itu Ummat Islam tetap menjadi yatim piatu dan tenggelam dari satu krisis ke krisis lain! Jadikan ringkasan peristiwa ini sebagai upaya mempercepat tekad kita untuk bekerja membangun kembali Khilafah yang berjalan di atas metode Kenabian.
#أقيموا_الخلافة
ReturnTheKhilafah
#YenidenHilafet
#خلافتکوقائم_کرو
Ditulis oleh Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir oleh Ali Nassoro Ali
Anggota Kantor Pusat Media Hizbut Tahrir
Sumber: http://www.hizb-ut-tahrir.info/en/index.php/site-sections/articles/khilafah/20842.html