Kekayaan Hayati Indonesia Terbesar Sedunia, Forkei: Mengelolanya Butuh Kebijakan yang Konsisten
Mediaumat.news – Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara dengan keanekaragaman hayati terbesar di dunia, Pengamat Iptek dari Forkei Dr. Lukman Noerachim, S.T., M.Sc. (Eng), Ph.D. menilai untuk mengelolanya butuh dana, butuh waktu dan butuh kebijakan yang pasti.
“Teknologi itu butuh waktu. Mengelola sebuah kekayaan hayati butuh dana, butuh waktu dan butuh kebijakan yang pasti,” tuturnya dalam acara Kabar Malam, Kamis (24/12/2020) di kanal YouTube Khilafah Channel.
Menurutnya, majunya perkembangan teknologi memerlukan kebijakan yang pasti dan konsisten. “Selama ini kita lihat kebijakannya selalu berubah-ubah. Dulu, zamannya Pak Harto, kita mengenal Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) terus ada GBHN sebagai panduannya. Menurut saya itu bagus. Sayangnya, di era reformasi semua kebijakan itu dihilangkan,” ujarnya.
Ia melihat pergantian menteri pada rezim saat ini bisa terjadi beberapa kali. “Nah, ini kan menyebabkan kebijakan menteri sebelumnya yang belum berhasil sudah diganti lagi dengan kebijakan menteri yang baru. Padahal kesuksesan sebuah kebijakan itu butuh waktu dan butuh kekonsistenan oleh pejabat sebelum dan sesudahnya,” ungkapnya.
Kebijakan yang konsisten tidak terjadi selama ini. “Kita melihat kebijakan-kebijakan itu silih berganti. Mungkin berjalan setahun, dua tahun, sudah ganti lagi. Ganti pejabat, ganti kebijakan lagi,” tambahnya.
Ia menilai tidak ada perkembangan teknologi tanpa dukungan dari kebijakan pemerintah. Baik itu di negara maju, Eropa maupun Cina, peran pemerintah sangat besar sekali terhadap perkembangan teknologi agar bisa terus konsisten,” ujarnya.
Dalam hal ini, menurutnya, dukungan itu bisa berupa dana dan kebijakan yang berpihak pada karya anak bangsa serta mengapresiasinya. “Kita itu cenderung lebih menghargai karya bangsa asing. Minder terhadap karya anak bangsa. Mental kita masih mental inlander. Itu terbawa sampai sekarang. Seolah-olah kalau karya bangsa asing itu pasti lebih baik sehingga terkadang karya-karya anak bangsa kita sering diabaikan, sering tidak diakui, bahkan sering diremehkan. Ini yang terjadi,” bebernya.
Menurutnya, negara Islam nanti pasti akan memberikan dukungan penuh totalitas karena ini terkait kemandirian supaya tidak terjadi ketergantungan. “Apalagi terkait teknologi. Jangan sampai dikuasai asing. Kita punya kekayaan yang melimpah tapi sayangnya, banyak dimanfaatkan oleh pihak asing. Ini kan kerugian yang sangat besar,” ujarnya.
“Jadi, sekali lagi langkah yang ditempuh harusnya ada keberpihakan dari pemerintah baik berupa kebijakan maupun dukungan dana yang memang mendukung dan konsisten terhadap perkembangan masa depan teknologi di Indonesia,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it