Pengamat Politik Anjurkan Sistem Islam Secara Kaffah

 Pengamat Politik Anjurkan Sistem Islam Secara Kaffah

Saat kekuasaan tidak diatur dengan ajaran Islam, maka kemuliaan Islam tidak tampak dan tidak menjadi agama yang agung. Hal tersebut disampaikan akademisi sekaligus pengamat politik, Dr. Riduansyah Syafari di acara Refleksi Akhir Tahun ‘Rapor Hitam Kapitalisme, Saatnya Kembali Pada Islam Kaffah’ yang disiarkan secara langsung oleh Forum Intelektual Mulim Banua (FIMB) melalui kanal youtube Banua Syariah, Minggu (27/12/2020) pagi.

Dalam pemaparannya mengenai realitas politik Islam, Riduansyah membahas dua sisi. Pertama sisi sejarah, dan sisi saat Islam tidak lagi menjadi dasar kepemimpinan bernegara.

“Saat Islam menjadi dasar dan fundamen bernegara, segala hukum bersumber dari akidah Islam, sejak zaman Rasulullah SAW, tidak pernah Rasul berhukum bukan dari syariat Islam,” ujar Pengajar FISIP Universitas Lambung Mangkurat ini.

Demikian dalam politik luar negeri, dakwah dan jihadnya, hingga berlanjut ke era kekhilafahan selanjutnya. Tidak pernah umat Islam menerapkan hukum selain berdasar pada Al Quran dan As Sunnah.

“Sebagaimana kata Al Ghazali, Islam dan politik tidak dapat dipisahkan seperti sisi mata uang yang tak bisa terpisah,” lanjut Riduan.

Menurutnya, karena tujuan dari ajaran Islam adalah rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam), maka saat Islam tidak diterapkan wajar kemuliaan itu tidak akan diperoleh umat.

“Menerapkan Islam dalam bernegara bukti ketaatan kaum muslimin. Ketika kaum muslimin berpegang teguh pada ajaran Islam, umat Islam menjadi umat yang terbaik.”

Ia menjelaskan kemuliaan umat Islam mulai runtuh sejak dihapuskannya kekhilafahan Islam terakhir pada tahun 1924 silam. Saat itulah umat Islam tidak lagi memiliki pelindung. Saat ini menurutnya tidak ada lagi negara Islam, yang ada hanyalah negara bangsa yang tidak menjadikan Islam sebagai dasar bernegaranya.

“Ini dimulai dari persekongkolan Inggris dan Prancis yang meruntuhkan kekhilafahan Islam. Terpecah menjadi 50 negara bangsa, dan umumnya menerapkan demokrasi yang berinti pada sekularisme dan liberalisme” ujar Dosen yang berhasil menyelesaikan pendidikan S3 nya di FISIP UNPAD Bandung ini.

Dengan tidak adanya Kekhilafahan sebagai pelindung, kini umat Islam di berbagai penjuru dunia seperti Uighur, Kashmir, Palestina, dan lainnya ditindas, dan umat islam lainnya tidak berkutik untuk melakukan pembelaan.

“Berbeda sekali saat Islam menjadi pondasi negara, kekuatan politik, dan menyebarkan ajaran Islam ke seluruh dunia. Dahulu saat ada seorang muslim yang nodai kehormatannya, khalifah dan pasukannya siap mengerahkan pasukan untuk melindungi kehormatan seorang muslim,” papar Riduansyah yang menceritakan kisah zaman kekhilafahan.

Menurutnya, setelah sepanjang tahun 2020 ini umat Islam masih ditindas di mana-mana dan Islam belum menjadi fondasi dalam seluruh aspek kehidupan, maka kemuliaan Islam tidak akan tercapai.

“Tidak ada cara lain kecuali selain kembali kepada Al Quran dan Sunah dengan menerapkan sistem Islam dengan khilafah,” tegasnya.

Pengamat politik yang juga seringkali mengisi kajian keislaman ini mengutip hadist Riwayat Imam Ahmad di akhir pemaparannya.

“Inilah bisyarah yang dijanjikan kepada kita, dalam hadist disebutkan, kemudian akan datang masa Khilafah ‘ala Minhaaj al Nubuwwah,” pungkas Riduansyah dalam siaran langsungnya.[]

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *