Mengkritisi Wacana Afirmasi

 Mengkritisi Wacana Afirmasi

Oleh: Dede Wahyudin (Tabayyun Center)

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas meminta Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas hati-hati bicara soal rencana mengafirmasi hak beragama warga Syiah dan Ahmadiyah di Indonesia. “Saya mengimbau Menag untuk berhati-hati karena masalah ini adalah masalah yang sangat sensitif, karena dia bersifat teologis,” ujar Anwar lewat keterangan dalam bentuk video yang dikirimkannya kepada Tempo, Jumat, 25 Desember 2020.

Jika masalah Ahmadiyah ini diurai, setidaknya ada beberapa penyebab sehingga masalah itu menjadi batu sandungan menahun dalam kehidupan kaum muslim di Indonesia.

Pertama, kelompok Ahmadiyah sebagai kelompok sesat tetap dibiarkan eksis dan mengklaim diri bagian dari Islam dan kaum muslim. Padahal kesesatan Ahmadiyah telah menjadi perkara yang disepakati (mujma’ alaihi) dan jelas. MUI telah mengeluarkan fatwa kesesatan Ahmadiyah pada tanggal 1 Juni 1980/17 Rajab 1400H dan ditegaskan lagi pada tahun 2005. Lebih awal, Rabithah Alam Islami (Lembaga Muslim Dunia) telah mengeluarkan fatwa sesatnya Ahmadiyah pada tahun 1974. Usaha dialog dan dakwah yang persuasif kepada mereka selama ini juga tidak dihiraukan dan jemaat Ahmadiyah tetap kukuh dengan keyakinan sesatnya yang menodai keyakinan umat Islam. Mereka pun tetap kukuh mengklaim bagian dari Islam dan umat Islam.

Kedua, keberadaan individu dan kelompok pengusung ide Sepilis yang dengan kedok HAM dan Demokrasi berusaha membela kelompok sesat Ahmadiyah. Keberadaan mereka bisa ikut andil melanggengkan masalah ini, bukan menyelesaikannya. Dalam koridor Demokrasi, kelompok ini menjadi ganjalan bagi pemerintah untuk bersikap tegas. Apalagi jika para penguasa, cara berfikirnya juga liberal, lebih memperhatikan citra agar dianggap seorang yang demokratis, moderat dan humanis dan meraih dukungan dari pihak asing (Barat).

Ketiga, ini butuh ketegasan pemerintah. SKB harus dijalankan dan dilanggar. Pemerintah harus tegas memposisikan Ahmadiyah, telah jelas menyimpang dan di luar Islam. Di sinilah pemerintah tidak boleh lalai bahkan “gagal” melindungi keyakinan mayoritas umat Islam.

Yang dibutuhkan adalah kejelasan dan ketegasan pemerintah. Pemerintah hanya punya dua pilihan. Pilihan pertama, membiarkan Ahmadiyah seperti semula. Pilihan ini sangat berbahaya. Itu artinya masalah Ahmadiyah akan terus terjadi. Bahkan justru akan mengakumulasi rasa ketidakadilan dan ketersinggungan mayoritas umat Islam Indonesia yang merasa akidahnya dinodai oleh kelompok Ahmadiyah. Masalah itu akan menjadi “bara dalam sekam” tinggal menunggu pemantiknya, bisa berkobar makin liar dan tentu akan sangat merugikan bagi kehidupan umat.

Kunci penyelesaian masalah ini bergantung kepada keberanian dan ketegasan pemerintah mengimplementasikan SKB yang ada. Jangan sampai pemerintah bersikap hipokrit. Satu sisi, dalam SKB jemaat Ahmadiyah dinilai beraliran sesat dan tidak boleh menyebarkan keyakinan mereka kepada umat Islam dan bila melanggar akan dikenakan sanksi. Jika masih membandel akan dibubarkan. Tapi, ketika MUI dan masyarakat sudah melaporkan bahwa sampai saat ini jemaat Ahmadiyah masih menjalankan keyakinannya dan tidak berubah sama sekali, pemerintah tidak merespon dan mengambil tindakan semestinya. Tentu ini melahirkan kekecewaan umat.

Maka yang ditunggu umat Islam hingga saat ini adalah bukti dan realisasi dari SKB, bukan sekadar himbauan. Jika tidak, kelompok Ahmadiyah yang jumlahnya tidak sampai 0,01 persen dari penduduk Indonesia itu, akan terus menodai keyakinan umat Islam, mayoritas penduduk negeri ini, dan bahkan terus menjadi pemantik gesekan-gesekan fisik dalam kehidupan beragama, khususnya di tengah umat Islam.

Para penguasa hendaknya merenungkan peringatan Allah SWT:

{ وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ }

Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang dzalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan (QS.Hud:112-113).

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *