Sekularisme Barat Gagal Mengasimilasi Rakyatnya
Dengan judul “Masalah Mengguncang Philadelphia Setelah Polisi Menembak Mati Seorang Pria Kulit Hitam”. Situs BBC Arab mempublikasikan berita tentang Walter Wallace, 27 tahun, setelah polisi menghujaninya dengan 14 peluru, dengan dalih untuk mencegahnya dari melempar pisau yang ada di tangannya. Padahal istri korban pembunuhan itu telah memberi tahu polisi bahwa suaminya menderita krisis mental yang disebut gangguan bipolar.
**** **** ****
Sekularisme di Barat, yang dipimpin oleh Amerika, masih membuktikan kegagalannya dalam menyelesaikan krisis kemasyarakatannya, yang tercermin dalam asimilasi ras dan doktrin dalam satu komunitas, kendati diklaim telah menghilangkan rasisme dalam semua aspek hukum dan perundang-undangan. Fenomena paling menonjol dari kegagalan ini adalah rasisme yang terkait dengan diskriminasi ras kulit putih terhadap kulit hitam.
Kami hampir tidak bisa melupakan insiden pembunuhan rasis yang mengerikan hingga kami dikejutkan oleh insiden lain yang lebih buruk terhadap orang-orang etnis kulit hitam di Amerika. Fakta ini kembali berulang dari waktu ke waktu, yang mengungkapkan tingkat kebencian dan kedengkian pada mereka yang memandang dirinya sebagai pemilik ras terbaik, karena mereka berkulit putih sementara yang lain tidak!
Di sini kita bertanya-tanya: Apakah undang-undang yang dirancang untuk menghilangkan perbedaan rasial di masyarakat Barat benar-benar mampu mencapai tujuan ini? Dan mengapa kita melihat pelanggaran yang dilakukan oleh para penegak hukum itu hanya terhadap orang kulit hitam, tidak dengan orang kulit putih?!
Yang benar adalah bahwa hukum yang kita temukan di negara-negara Barat tidak seperti yang diterapkan saat ini. Namun ia adalah hasil dari perubahan, tambal sulam, dan konsesi selama beberapa dekade, yang merupakan hasil dari konflik berdarah, peristiwa dan revolusi dari mereka yang dianggap budak orang kulit putih. Sementara hukum yang pada permukaannya telah menghapus perbedaan antara (budak dan tuan) ini tidak memasuki jiwa dan hati untuk menghapus kebencian dan kedengkian di antara mereka. Sehingga kami sama sekali tidak heran dengan hal ini, karena pondasi di mana sistem kapitalis dibangun adalah untuk menjamin kepentingan para pemilik modal dan tuan-tuan feodal.
Untuk itu, prinsip dasar dalam memecahkan masalah ini adalah menghilangkan kecenderungan rasis kelas pra-Islam (jahiliyah) ini di hati dan pikiran di hadapan hukum, sehingga urusan semua anggota masyarakat diurus secara sama tanpa diskriminasi. Meskipun umat manusia telah berkomitmen pada beberapa peraturan hukum dan perundang-undangan yang mengatur hubungan kemasyarakatannya sepanjang sejarah, namun belum dan tidak akan menemukan yang seperti hukum Islam, dalam menanamkan kecenderungan jiwa yang hampir mencapai kesempurnaan manusia. Bagaimana tidak, hukum Islam itu datang dari Pencipta manusia, di mana Dia-lah satu-satunya yang mengerti batas naluri dan kebutuhannya, serta mengaturnya dengan cara yang baik dan benar. Islam tidak menganggap iman seseorang itu sempurna selama ia tidak menghapus perasaan etnis, kelas atau kesukuan. Terkait hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama bersabda:
“Orang Arab tidak lebih utama daripada non-Arab, sebaliknya non-Arab tidak lebih utama daripada orang Arab. Orang kulit merah tidak lebih utama daripada yang berkulit putih, sebaliknya orang kulit putih tidak lebih utama dari yang berkulit merah kecuali (disebabkan) tingkat ketakwaannya.” (HR Baihaki).
Dan hanya Sang Pencipta yang berhak mengatur ciptaan, yaitu Allah subhānahu wa ta’āla, “Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat, dan apa yang tersembunyi dalam dada.” (TQS Ghafir [40] : 19). Itulah sebabnya Allah subhānahu wa ta’āla menyeru kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallama, dalam menegaskan sejelas mungkin masalah ini melalui firman-Nya:
“Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (TQS al-Anfal [8] : 63). []
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 5/11/2020.