Jokowi Teken UU Cipta Kerja, Aktivis ’98: Presiden Tidak Peduli Rakyat

 Jokowi Teken UU Cipta Kerja, Aktivis ’98: Presiden Tidak Peduli Rakyat

Mediaumat.news – Tanda tangan pengesahan UU Omnibus Law oleh Presiden Jokowi dinilai sebagai bentuk ketidakpedulian pemerintah kepada rakyat.

“Dengan ditekennya Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja oleh Presiden Jokowi dan berlaku sejak tanggal 2 November 2020, semakin menunjukkan bahwa Presiden tidak peduli kepada kepentingan rakyat, tidak membela kepentingan rakyat, tapi cenderung membela kepentingan para kapitalis, para pemegang modal,” ujar Aktivis ’98 Agung Wisnuwardana kepada Mediaumat.news, Selasa (3/11/2020).

Karena, lanjut Agung, UU ini sejak dari awal prosesnya telah memunculkan protes dari rakyat Indonesia. Khususnya kelompok yang rentan terdampak oleh adanya UU ini, yaitu kelompok buruh, nelayan, petani dan pemilik lahan. Tetapi legislatif dan presiden tidak bergeming.

Menurut Agung setidaknya ada empat alasan mengapa UU ini sejak RUU sudah ditolak banyak pihak. Pertama, karena cacat prosedural. Bahkan yang memprotes terkait cacat prosedural ini sebagian besar para ahli hukum dan ahli tata negara.

Kedua, substansi dari UU ini tidak lain adalah cipta investasi bukan cipta kerja. Ia melihat dari banyaknya pasal dan ayat dalam UU ini yang utama adalah memberikan kemudahan untuk ekosistem investasi. “Terkait dengan cipta lapangan kerja ini kan absurd, kenyataannya buruh pun protes karena upah murah,” ucapnya.

Ketiga, UU ini sangat liberalistik. “Karena poinnya cipta investasi maka logikanya sederhana yaitu bagaimana cara investasi masuk, agar investasi masuk maka reduksi Peraturan Perundangan tentang lingkungan hidup dan upah buruh murah,” bebernya.

Keempat, UU ini sangat sentralistik. Ia melihat dalam UU ini kewenangan presiden begitu besarnya. Walaupun sentralistik masih bisa diperdebatkan, persoalannya ini adalah sentralistik oligarkis sehingga sangat berbahaya dan menghasilkan kepemimpinan yang otoritarian. Ujung-ujungnya bisa menjadi diktator konstitusional. “Atas nama konstitusi berbuat diktator demi kepentingan para kapitalis dan menyengsarakan rakyatnya sendiri,” katanya.

Ia mengatakan Indonesia masuk dalam lima negara yang rapuh dalam kondisi internasional karena Indonesia berfokus pembangunannya dari kekuatan investasi asing dan utang luar negeri.

Untuk menyelamatkan Indonesia dari resesi dan pandemi seperti kondisi sekarang ini, menurut Agung yang dilakukan pemerintah adalah menambah utang dan mempercepat masuknya investasi ke dalam negeri. Investasi inilah persoalan paradigmatik ideologis yaitu paradigma dari ideologi kapitalisme liberal.

Menurutnya, persoalan mendasar rezim negeri ini sejak zaman dahulu yaitu menggunakan kacamata kuda kapitalisme sehingga seperti tidak ada solusi yang lain, akibatnya mereka terjebak dalam kotak pandora kedunguan kebijakan dan semakin parah di rezim sekarang ini.

“Kita memerlukan satu sistem baru yang tentunya membela kepentingan rakyat dan membangun rahmat untuk semua pihak, itulah solusi yang ditawarkan oleh Islam dengan tegaknya syariah dan khilafah,” pungkasnya.[] Agung Sumartono

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *