Hina Nabi SAW, Komunitas Advokat Muslim Internasional Pertimbangkan Gugat Prancis Secara Hukum

 Hina Nabi SAW, Komunitas Advokat Muslim Internasional Pertimbangkan Gugat Prancis Secara Hukum

Mediaumat.news – Komunitas advokat Muslim internasional International Muslim Lawyers Community (IMLM) mempertimbangkan untuk menggugat Prancis ke mahkamah hukum Eropa European Court of Justice (ECJ), pengadilan kriminal internasional International Criminal Court (ICC) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

“Kami akan mempertimbangkan upaya hukum internasional termasuk namun tidak terbatas pada pelaporan kepada ECJ, ICC dan PBB,” ujar President of the IMLM Chandra Purna Irawan kepada Mediaumat.news, Ahad (1/11/2020).

Hal itu dilakukan menyusul adanya dugaan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang melakukan tiga tindakan pelanggaran hukum internasional yaitu penghinaan simbol agama dengan membuat kartun dipersonifikasikan dengan Nabi Muhammad SAW, melakukan penutupan terhadap masjid dan menuduh Islam sebagai agama yang mengalami krisis.

Menurutnya, penutupan masjid merupakan tindakan diskriminatif yang melanggar Universal Declaration of Human Rights (UDHR/ Deklarasi Universal HAM-DUHAM), Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (The International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR).

“Di dalam ICCPR, kebebasan beragama termasuk dalam klasifikasi non-derogable, hak tersebut mutlak tidak dapat diganggu gugat bahkan dalam keadaan genting sekali pun. Hal ini bisa kita perhatikan pada Pasal 2 Universal Declaration of Human Rights (UDHR/ Deklarasi Universal HAM-DUHAM),” ungkap advokat yang juga sebagai Ketua LBH Pelita Umat tersebut.

Ia juga menyebutkan penghinaan terhadap simbol dan ajaran agama adalah tindakan di luar kebebasan berekspresi. “Semestinya Prancis belajar pada kasus seorang warga Austria yang melakukan penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW sebagai pedofil. Akhirnya divonis bersalah pada pengadilan tingkat pertama, tingkat banding hingga ECJ,” tegasnya.

Sedangkan tuduhan Islam agama yang mengalami krisis, menurut Chandra, merupakan pernyataan rasial, yang dapat saja memicu tindakan diskriminatif terhadap Muslim di Prancis secara sistematik dan meluas ditujukan kepada suatu kelompok penduduk sipil misalnya penganiayaan terhadap suatu kelompok yang dapat diidentifikasi atau kolektivitas atas dasar politik, ras, nasional, etnis, budaya, agama.

“Apabila hal itu terjadi, maka saya berpendapat dapat dinilai pelanggaran Pasal 7 ayat (1) Statuta Roma (The Rome Statute of the International Criminal Court),” pungkasnya.[] Joko Prasetyo

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *