Inilah Pasal Karet Perppu Ormas yang Bertentangan dengan Kaidah Hukum Pidana

 Inilah Pasal Karet Perppu Ormas yang Bertentangan dengan Kaidah Hukum Pidana

Mediaumat.news – Ketua Eksekutif Nasional Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI) Chandra Purna Irawan mengungkapkan pasal karet Perppu Ormas yang bertentangan dengan kaidah hukum pidana.

“Ancaman pidana yang terdapat di dalam Ketentuan Pidana Pasal 82A Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tidak sesuai dengan kaidah hukum pidana dan pemidanaan,” ujar Chandra kepada mediaumat.news, Kamis (20/7/2017).

Pasal 82A tersebut berbunyi:
(1) Setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam PASAL 59 ayat (3) huruf a dan huruf b, dan AYAT (4) DIPIDANA DENGAN PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP ATAU PIDANA PENJARA PALING SINGKAT 5 (LIMA) TAHUN DAN PALING LAMA 20 (DUA PULUH) TAHUN.

Sedangkan Pasal 59 ayat (4) huruf C berbunyi:
“Ormas dilarang; MENGANUT, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.”

Padahal, terang Chandra, hukum pidana sejatinya menentukan PERBUATAN-PERBUATAN mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang. Sementara MENGANUT adalah ranahnya keyakinan atau pemikiran yang bersifat abstrak dan bukan merupakan perbuatan-perbuatan. Sebagaimana kaidah hukum pidana Nulla poena sine crimine (tidak ada pidana tanpa perbuatan pidana).

Di samping itu, lanjut Chandra, kalimat “…..ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila” itu tidak jelas maknanya. Sementara dalam hukum pidana suatu perbuatan tidak akan dianggap sebagai perbuatan hukum tanpa ada sistem aturan yang mengaturnya. Bandingkan dengan UU Ormas yang sudah jelas secara definitif menyebut  ‟ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila…” yakni ajaran ateisme, komunisme/marxisme-leninisme.

Sedangkan Penjelasan Pasal 59 ayat (4) huruf C dalam Perppu yang berbunyi “…….Paham lain yang bertujuan mengganti/mengubah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945…”  menurut Chandra, tidak jelas dan tentu saja bertentangan kaidah_Nullum Crimen Poena Sine Lege Stricta/ Lex Stricta_  (Ketentuan Pidana Harus Ditafsirkan Secara Ketat dan Larangan Analogi).

Justru bila tetap memaksakan mengacu pada Penjelasan Pasal 59 ayat (4) huruf C Jika mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilarang, MAKA, simpul Chandra, PEMERINTAH DAN DPR YANG TELAH MERUBAH ATAU AMANDEMEN UUD 1945-LAH YANG HARUS TERKENA SANKSI PIDANA berdasarkan ketentuan pasal 82A Perppu Nomor 2 tahun 2017.

“Sementara Ormas tidak mungkin bisa merubah atau amandemen karena mereka tidak duduk di eksekutif maupun legislatif,” tegasnya.

Walhasil, simpul Chandra, ancaman pidana yang terdapat di dalam Ketentuan Pidana Pasal 82A Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tidak sesuai dengan prinsip negara hukum dan asas kepastian hukum sebagaimana Pasal 28D Undang-Undang Dasar 1945, menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.[] Joko Prasetyo

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *