MEA, UU Omnibuslaw dan Liberalisasi Investasi
Oleh: Agus Kiswantono (staf ahli FORKEI)
Meskipun banyak protes dan kritik dari rakyat, RUU Omnibuslaw Ciptaker telah disahkan DPR RI senin lalu. Diantara semangat UU ini adalah keinginan mengalirkan investasi sebesar-besarnya dan menjaga iklim investasi kemudian berbagai kebijakan di lahirkan namun sama sekali tidak memperhatikan keadaan rakyat yang terpapar dampak investasi secara real.
Spirit ini lahir berdasarkan dasar aturan investasi MEA, Asean Comprehensive Investment Agreement (ACIA), seluruh negara ASEAN harus memperlakukan investor domestik dan negara ASEAN lainnya setara dan tanpa ada diskriminasi baik dari sisi perizinan, pendirian, produksi hingga penjualan. Investor asing juga tidak boleh dipaksa untuk memenuhi capaian tertentu yang ditetapkan Pemerintah seperti harus mengekspor dalam jumlah tertentu. Manajer senior dari perusahaan juga tidak boleh dibatasi berdasarkan kewarganegaraan.Konsekuensi MEA akan makin mempercepat liberalisasi yang telah berlangsung secara cepat. Hampir semua sektor telah terbuka untuk investor asing. Hambatan investasi akan terus dikurangi hingga seminimal mungkin.
Sebagai konsekuensi adanya pasar bebas, semua pihak akan diberi peluang yang sama; semua diberi kebebasan masuk persaingan. Siapa yang kuat, dialah yang akan menang. Pasar bebas akan benar-benar menguntungkan pihak kuat. Sebaliknya, pihak yang daya saingnya lemah akan tertindas.
Liberalisasi juga menjadi faktor mendasar rusaknya tatanan ekonomi negara yang menjalankan kapitalisme. Liberalisasi ekonomi yang berlangsung di negara ini juga telah terbukti gagal menciptakan ekonomi yang maju, mandiri, stabil dan menyejahterahkan. Kesenjangan makin lebar. Aset-aset penting dikuasai oleh investor asing. Barang-barang impor menggusur produk lokal. Sektor finansial rentan terdampak krisis. Nilai tukar rupiah pun naik-turun.
MEA juga akan mengancam sektor pertanian. Sebabnya, daya saing sektor pertanian negeri ini masih rendah. Dukungan Pemerintah terus dikurangi semisal dengan mencabut dan mengurangi berbagai subsidi pertanian. Dukungan dalam bentuk lain juga terasa minim. Produk impor di pasar dalam negeri akan makin membanjir. Ketergantungan pada impor pun akan terus besar.
Pemberlakuan pasar bebas juga akan menyebabkan komersialisasi sektor publik (seperti pendidikan dan kesehatan). Peran negara dalam mengurus rakyatnya akan makin tak terasa. Negara akan berperan sebatas pembuat aturan dan jadi wasit. Berbagai pelayanan untuk rakyat akan diliberalisasi, diserahkan ke swasta. Rakyat harus membayar untuk mendapat layanan yang menjadi haknya. Jika ingin kualitasnya makin baik, maka rakyat harus bayar makin mahal.
MEA akan membuat arus investasi dan jasa termasuk bidang kesehatan dan pendidikan makin deras membanjiri. Tenaga kesehatan dan pengajar luar akan mudah masuk. Para investor ASEAN akan mudah mendirikan rumah sakit dan sekolah berkelas Internasional.
Negeri ini kaya akan sumber energi, sumberdaya mineral, sumberdaya nabati dan SDA lainnya. Dengan liberalisasi perdagangan, liberalisasi investasi, liberalisasi energi dan liberalisasi sektor lainnya, kekayaan itu akan lebih menjadi jarahan, sumber bahan baku, sumber keuntungan untuk pihak luar.
Masih ada ancaman lain yang tak kalah berbahaya, yaitu kehancuran basis kehidupan keluarga. Saat beban hidup makin berat, setiap laki-laki ‘terpaksa’ akan menggadaikan tanggung jawabnya sebagai pencari nafkah keluarga, kemudian bergeser kepada perempuan yang lebih ‘bisa bersaing’ di dunia kerja, termasuk untuk menjadi TKW di luar negeri. Akibatnya, tentu sudah dapat ditebak, yaitu hancurnya sendi-sendi rumah tangga.[]