Inilah Lima Hadits Wajibnya Menegakkan Khilafah
Mediaumat.news – Selain dalam Al-Quran, dalil wajibnya menegakkan khilafah juga terkandung dalam hadits Rasulullah SAW. Hal ini disampaikan KH Muhammad Shiddiq al- Jawi dari Institut Muamalah Indonesia dalam acara Kabar Malam & Kajian Online “Dalil-dalil Wajibnya Khilafah [Bag. 3]” di akun Youtube Khilafah Channel, Jumat (2/10/2020).
Terdapat 5 hadits yang menjadi pokok bahasan utama kajian. Pertama, adalah HR Muslim no 1851 tentang baiat.
مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِىَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِى عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barangsiapa yang melepaskan tangannya dari ketaatan pada pemimpin, maka ia pasti bertemu Allah pada hari kiamat dengan tanpa argumen yang membelanya. Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak ada baiat di lehernya, maka ia mati dengan cara mati jahiliah” (HR. Muslim nomor 1851).
Kiai Shiddiq menjelaskan bahwasannya tidak ada baiat kecuali pada Khalifah, bukan pada pemimpin suatu kelompok atau sebuah partai. Jadi hadits ini memiliki pengertian yang jelas mengenai wajibnya mengangkat Khalifah. Karena Rasulullah bersabda apabila tidak ada baiat di leher setiap Muslim maka ia akan mati dalam keadaan jahiliah.
Kedua, hadits riwayat Abu Dawud nomor 2608 tentang amir safar.
إِذَا خَرَجَ ثَلَاثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ
“Apabila tiga orang akan berangkat safar, hendaklah mereka memilih salah seorang sebagai amir (ketua rombongan)” (HR Abu Dawud nomor 2608 dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah radhiallahu anhuma)
Ia mengutip pernyataan Ibnu Taimiyah mengenai syarah hadits ini yang artinya, “Bila syara’ telah mewajibkan pada jamaah yang paling sedikit dan interaksi yang paling minimal, agar mengangkat seorang pemimpin yang mengurus mereka, maka ini adalah perumpamaan untuk wajibnya mengangkat pemimpin pada jamaah yang lebih besar dari tiga orang” (Ibnu Taimiyah, Al Hisbah halaman 11).
Ketiga, masih soal amir safar yakni HR Ahmad nomor 6647 yang artinya:
“Dari Abdullah bin Amar ra. bahwa Nabi SAW telah bersabda: ‘Tidak halal bagi tiga orang yang berada di suatu tempat (wilayah) di muka bumi, kecuali mereka mengangkat seorang amir (pemimpin) untuk mereka dari salah satu dari mereka’.”
Kiai Shiddiq pun mengutip pernyataan Imam asy-Syaukani yang artinya, “Dalam hadits tersebut terdapat dalil bagi orang yang mengatakan wajib hukumnya mengangkat pemimpin pada jamaah yang lebih besar dari 3 orang, karena jika syara’ mengharamkan atas tiga orang dari kaum Muslimin tanpa seorang pemimpin, maka bagaimana dengan umat Islam seluruhnya tanpa pemimpin?” (Imam Syaukani, Nailul Authar, 9/157).
Keempat, hadits yang diriwayatkan Imam Thabrani nomor 7502 mengenai simpul-simpul dalam Islam.
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضًا الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ
“Dari Abu Umamah al-Bahili dari Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh ikatan Islam akan terurai simpul demi simpul. Setiap satu simpul terurai maka manusia akan bergantungan pada simpul berikutnya. Yang pertama kali terurai adalah pemerintahan dan yang paling akhir adalah shalat” (HR Thabrani 7502; Ibnu Hibban 6751; Al-Hakim 4/104. Kata Albani ini hadits sahih. Lihat Shahih Al Jami’ 1575).
Untuk memahami dalil ini, Kiai Shiddiq mengutip pendapat Ustaz Abdul Karim Zaidan yang artinya, “Yang dimaksud dengan pemerintahan dalam hadits tersebut adalah pemerintahan yang sesuai dengan ajaran Islam, dan tentu yang termasuk di dalamnya adalah khalifah yang melaksanakan pemerintahan ini. Yang dimaksud ajaran ini terurai adalah akan terlepas dan tidak dipegang lagi. Ajaran pemerintahan ini telah disebutkan bersamaan dengan shalat, padahal shalat itu wajib, maka ini menunjukkan wajibnya pemerintahan Islam” (Abdul Karim Zaidan, Ushul Ad Da’wah halaman 195).
Kelima, hadits yang diriwayatkan Ashabus Sunan tentang wajibnya meneladani Khulafaur Rasyidin.
مَنۡ يَعِشۡ مِنۡكُمۡ بَعۡدِي فَسَيَرَى اخۡتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيۡكُمۡ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الۡخُلَفَاءِ [الرَّاشِدِينَ الۡمَهۡدِيِّينَ] تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيۡهَا بِالنَّوَاجِذِ
“….Sesungguhnya siapa saja di antara kalian yang hidup sepeninggalku, tentu ia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka, wajib bagi kalian untuk berpegang dengan sunahku dan sunah para khalifah yang lurus dan terbimbing. Pegang erat-erat itu dan gigitlah dengan gigi-gigi geraham” (HR Abu Dawud 4607; Tirmidzi 2676; Ibnu Majah 42; Ahmad 17184; Al Hakim 1/176, hadits sahih).
Menurut Kiai Shiddiq, hadits ini menunjukkan kewajiban untuk meneladani Khulafaur Rasyidin. Dan di antara sunnah Nabi SAW adalah mengangkat seorang khalifah sebagaimana para sahabat yang mengangkat Abu Bakar ra. sebagai khalifah menggantikan Rasulullah SAW.
“Oleh karenanya hadits ini menunjukkan kewajiban mengangkat seorang khalifah bagi kaum Muslimin,” pungkasnya.[] Billah Izzul Haq