UEA dan Entitas Yahudi: Alat Pemanas Produksi Inggris
Sejumlah media melaporkan bahwa Amerika mengumumkan kesepakatan yang akan segera terjadi antara Uni Emirat Arab (UEA) dengan entitas Yahudi. Sementara Netanyahu mengumumkan bahwa negara-negara lain akan segera mengikuti UEA. Sedangkan Mohammed bin Zayed menyatakan bahwa perjanjian tersebut akan menghentikan aneksasi Yahudi terhadap tanah Palestina.
**** **** ****
Tidak diragukan lagi, bahwa pengumuman Trump tentang kesepakatan antara kedua entitas, yang merupakan hasil dari banyak upaya politik, yang dilakukan sejak lama, yaitu berbagai kunjungan dan koordinasi. Adapun pengumuman pada saat sekarang ini, maka tidak diragukan lagi bahwa hal itu sebagian besar terkait dengan pencitraan situasi menjelang pemilihan Trump, karena hasil jajak pendapat di Amerika menunjukkan kemajuan dukungan yang signifikan pada saingannya dari Demokrat, Biden. Sehingga inilah yang mendorong Trump dan partainya untuk mencari kemenangan di luar perbatasan Amerika setelah munculnya pandemi Corona, kesulitan keuangan, dan peningkatan jumlah pengangguran yang menghantui situasi dalam negeri.
Selain itu, upaya Trump untuk memusuhi China dan memaksakan perang dingin dengannya tidak membuahkan hasil. Sehingga tidak ada yang tersisa baginya dan politiknya kecuali teater Timur Tengah, di mana Amerika bisa memaksakan apa yang diinginkannya. Demikian pula, Netanyahu sendiri yang tengah mengalami krisis politik karena pemerintahan ganda dan ketidakmampuannya untuk mendapatkan suara mayoritas yang cukup guna memerintah entitas Yahudi secara mandiri. Jadi langkah ini mungkin telah meningkatkan sahamnya, yang sangat terpengaruh dengan kasus-kasus korupsi yang menghantuinya. Adapun Mohammed bin Zayed, dia tidak punya apa-apa selain disuruh menandatangani apa yang tidak ia pikirkan!
Adapun negara-negara yang begitu cepat mencela dan mengutuknya, maka mereka seperti orang-orang yang disebutkan Allah dalam firman-Nya: “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?”(TQS Al-Baqarah [2] : 44). Otoritas Palestina tidak malu ketika menuduh Uni Emirat Arab (UEA) melakukan pengkhianatan, dan menusuk kasus tersebut dari belakang. Sedang ia sendiri menikam Palestina dari depan, dan telah menunggangi gelombang pengkhianatan sejak awal keberadaannya. Adapun Turki, menutup mata terhadap kedutaan entitas Yahudi di Ankara dan kedutaan besarnya di Tel Aviv, serta hubungan perdagangan yang ada hingga saat ini antara kedua pihak, bahkan Turki melihat dari sisi tersembunyi kesepakatan UEA dan entitas Yahudi, seolah-olah ia pemimpin pasukan pembebasan yang akan bergerak ke Palestina!
Adapun pernyataan Mohammed bin Zayed tentang desakannya untuk menghentikan tindakan aneksasi entitas Yahudi terhadap tanah Palestina, seolah-olah dia tidak tahu berapa banyak dari tanah Palestina yang belum dianeksasi, sedang Palestina yang sedang kita bicarakan dan yang diketahui setiap warga Palestina, Arab dan kaum Muslim adalah Akko yang telah menghentikan pergerakan Napoleon, juga Haifa yang penuh dengan masjid-masjid di Al-Ayyubi, serta Jaffa, Tiberias dan Safed, di samping seluruh al-Quds, tidak hanya 144 dunam luasnya. Sementara mereka para penumpang gelap bersikeras untuk normalisasi. Jadi apa yang mereka sembunyikan di balik klaim aneksasi, tidak ubahnya orang yang menyembunyikan aib, jika yang ditutupi bagian depan, maka yang bagian belakang terbuka, dan jika yang ditutupi bagian belakang, maka yang bagian depan terbuka, di mana semuanya merupakan aib yang hanya bisa ditutupi dengan pakaian ketakwaan, kesalehan, dan kesucian. Bahkan sudah seberapa banyak macam upaya penyembunyian yang mereka lakukan.
Kami kembali ke pengumuman resmi tentang pengalihan hubungan dengan Yahudi dari rahasia menjadi terbuka. Padahal bukan rahasia lagi bagi siapa pun bahwa Inggris yang mendirikan entitas Yahudi di jantung negara-negara Islam, untuk menjadi ujung tombak bagi kaum kafir Barat yang digunakan guna mencapai kepentingannya, yaitu untuk mencegah berdirinya negara Islam. Untuk memastikan bahwa entitas Yahudi terus menjalankan tugasnya, Inggris sengaja mendirikan entitas-entitas kecil dan lemah yang dikendalikannya untuk tugas melindungi entitas Yahudi dari orang-orang yang tidak pernah menerimanya, meskipun berada di laut.
Inggris, bersama dengan Prancis, dan kemudian Amerika berhasil menciptakan entitas-entitas kecil dan lemah ini yang memungkinkan pembentukan entitas Yahudi, dimulai ketika menyetujui keputusan gencatan senjata pada tahun 1948, kemudian peperangan palsu dengan entitas tersebut dan justru mengokohkannya pada tahun 1967 untuk menduduki apa yang tersisa dari Palestina, dan menambahkan untuknya Sinai dan Golan. Kemudian perang tahun 1973, yang memungkinkan Mesir menjadi negara Arab pertama yang resmi bekerja sama untuk membangun dan melegitimasi entitas Yahudi, lalu disusul PLO menyusul di Oslo, dan Yordania di Wadi Araba pada tahun 1994. Semua ini didasarkan pada jadwal yang diatur oleh keadaan politik dan tindakan militer. Kemudian semua negara Arab mengumumkan niat mereka untuk mengikuti apa yang telah dilakukan Mesir, Yordania dan PLO, melalui inisiatif Pangeran Abdullah (yang kemudian menjadi Raja Al Saud).
Dengan demikian, telah terbukti tanpa keraguan bahwa semua entitas ini siap setiap saat untuk menyiapkan kondisi yang sesuai guna bergabung dengan klub normalisasi dan kepatuhan di depan umum, serta mengumumkan niat mereka untuk menandatangani perjanjian secara terbuka dengan entitas Yahudi. Sementara entitas-entitas kecil dan lemah yang ada di negara-negara Arab khususnya, diciptakan dengan cara yang sama seperti entitas Yahudi, berdasarkan keputusan dari kementerian luar negeri di London dan Paris, dan kemudian di Washington. Perbedaannya adalah bahwa entitas Yahudi telah disepakati untuk menjadikannya sebagai yang terkuat, paling mampu, dan paling penting, sedang entitas-entitas lainnya bekerja untuk memperkuat, melindungi, dan menstabilkannya.
Oleh karena itu, tidak mengherankan atau aneh bahwa UEA telah melakukan apa yang telah dilakukannya. UEA itu ada dan menjadi negara dengan keputusan Inggris, seperti halnya entitas Yahudi. UEA ini tengah melayani kepentingan mereka yang membuatnya secara politik, keuangan dan pemikiran. Ketika UEA mengumumkan persetujuannya untuk membuat kesepakatan dengan entitas Yahudi, maka ini bukan atas kemauannya, dan ia tidak dapat memajukan atau menunda perjanjian ini, karena itu seperti takdir yang tidak dapat ditolaknya. Begitu juga halnya dengan negara-negara lain di kawasan ini, tidak akan berbeda, baik Netanyahu mengumumkannya atau tidak. Masing-masing dari entitas ini akan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan UEA, ketika peran yang ditetapkan baginya sudah tiba saatnya untuk dimainkan.
Adapun apa yang disebut hak rakyat Palestina dan masalah Palestina, hanya ada satu hak, yaitu penghapusan mutlak entitas Yahudi, di mana untuk itu membutuhkan penghapusan semua entitas yang telah dibuat untuk melindungi dan memperkuat keberadaannya, dan untuk itu juga membutuhkan pembentukan entitas tunggal dari tubuh umat, keyakinan, budaya, peradaban, dan pemikirannya … yaitu entitas yang tidak hanya mampu menantang dan menghilangkan musuh yang berhadapan secara langsung, tetapi juga seperti yang difirmankan Allah dalam al-Qur’an, “…. dan orang orang selain mereka.” (TQS Al-Anfāl [8] : 60).
Entitas-entitas yang dibuat setelah penghapusan negara Khilafah dan fragmentasi wilayahnya, termasuk yang di dalamnya ada entitas Yahudi, adalah bentuk yang berbeda dari realitas yang sama. Sementara satu-satunya solusi bagi mereka adalah dengan menghapusnya dan mendirikan negara Khilafah ‘ala minhajin nubuwah sebagai gantinya.
“(Sebagai) janji yang sebenarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”(TQS Ar-Rūm [30] : 6). [Dr Muhammad Jilani]
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 27/08/2020.