Politik Ekonomi Islam Menjamin Terpenuhinya Kebutuhan Primer
Oleh: Yuli Sarwanto (Direktur FAKTA)
Di era sistem ekonomi kapitalis liberal, untuk mewujudkan kemakmuran rakyat, negara tidak perlu campur tangan terhadap perekonomian masyarakat. Hal tersebut antara lain tampak dari pendefinisian Politik Ekonomi. Dalam Kamus Ekonomi disebutkan: Political Economy is the science of wealth and deals with effort made by man to supply wants and satisfy desires (Politik Ekonomi adalah ilmu pengetahuan tentang kekayaan dan berhubungan dengan usaha-usaha yang dibuat manusia untuk memenuhi kebutuhan dan memuaskan keinginan).
Definisi tersebut tidak menyebutkan peran negara sama sekali dan bukan sebagai sebuah kebijakan, namun sekadar ilmu. Dampak definisi tersebut adalah negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis kurang berperan (minim campur tangan) secara langsung untuk mensejahterakan orang-perorang rakyatnya. Inilah yang membedakan-nya dengan politik ekonomi Islam. Abdurrahman al-Maliki di dalam as-Siyâsah al-Iqtishadiyah al-Mutslâ menjelaskan bahwa Politik Ekonomi Islam merupakan Kebijakan yang diterapkan oleh Negara Khilafah untuk menjamin pemenuhan seluruh kebutuhan dasar rakyat, orang-perorang, secara menyeluruh, serta menjamin kesempatan untuk memenuhi kebutuhan sekunder mereka sesuai dengan kadar yang mampu diraih sebagai manusia yang hidup dalam suatu masyarakat yang khas, dengan corak dan gaya hidup yang unik.
Dalam Politik Ekonomi Islam (PEI), negara menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan pokok dan dasar rakyat, serta kesempatan terpenuhinya kebutuhan sekunder seluruh rakyat, orang per orang (tanpa memandang ras, suku dan agama) secara menyeluruh. Kebutuhan dasar rakyat itu meliputi kebutuhan pokok berupa sandang, papan dan pangan, serta kebutuhan dasar rakyat secara umum, yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok berupa sandang2, pangan3 dan papan4, diberikan oleh negara dengan mekanisme tidak langsung. Sesuai ketentuan syariah Islam dalam hal ini, negara akan menempuh tiga strategi kebijakan: Pertama, Islam menetapkan tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pokok individu berupa sandang, papan dan pangan kepada individu dengan cara mewajibkan setiap pria yang baligh, berakal dan mampu, untuk bekerja. Tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan orang yang menjadi tanggungannya, seperti anak, istri, ibu, bapak dan saudaranya. Dalam hal ini negara wajib menyediakan lapangan kerja yang halal seluas-luasnya dan menutup lapangan kerja dan transaksi bisnis yang haram serta membangun iklim yang kondusif untuk berkembangnya usaha dan investasi yang halal.
Kedua: Jika individu tersebut tidak mampu dan tidak bisa memenuhi kebutuhannya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya, maka beban tersebut dibebankan kepada ahli waris dan kerabat dekatnya.
Ketiga: Jika dengan strategi kedua kebutuhan pokok itu belum juga terpenuhi, beban tersebut beralih ke negara. Negara wajib menanggung pemenuhan kebutuhan pokok orang tersebut menggunakan harta yang ada di kas Baitul Mal, termasuk harta zakat.
Sedangkan untuk jaminan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat secara umum berupa pendidikan, kesehatan dan keamanan, maka negara memenuhinya secara langsung. Negara wajib menyediakan layanan pendidikan, kesehatan dan keamanan sebagaimana yang dibutuhkan rakyat. Jika negara tidak mempunyai dana, maka negara bisa mengambil dharibah dari kaum Muslim yang kaya, atau berutang–yang dibolehkan oleh syariah. Pungutan dharibah ini bersifat sementara yaitu ketika kas di Baitul Mal kurang atau tidak ada, dan dalam jumlah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan itu, tidak lebih.
Negara juga menciptakan kondisi agar warganya berkesempatan memenuhi kebutuhan sekunder mereka sesuai dengan kemampuan ekonomi masing-masing. Meskipun demikian, dengan dakwah dan pendidikan yang sistemik negara mengarahkan warganya memiliki corak dan gaya hidup yang islami (sederhana, tidak boros, tidak menggunakan hartanya untuk bermaksiat, mendorong rakyat untuk mendayagunakan hartanya di jalan Allah dll).
Walhasil, ketika taraf hidup orang-perorang warga negara Khilafah meningkat, ditambah dengan corak dan gaya hidup yang islami, maka tentu pertumbuhan ekonominya akan stabil dan rakyat menjadi sejahtera, insya Allah.[]