Lalu Apa Peran Ekonomi Perempuan Dalam Konsepsi Islam?

 Lalu Apa Peran Ekonomi Perempuan Dalam Konsepsi Islam?

Oleh: Aji Salam (ASSALIM Jatim)

Mengenai hak-hak ekonomi perempuan, berdasarkan dustur yang telah disusun oleh Hizbut Tahrir, dalam pasal 127, dikatakan bahwa politik ekonomi akan menjamin pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap individu dengan pemenuhan yang menyeluruh. Disyaratkan bahwa pemenuhan kebutuhan itu sampai pada tataran perempuan mendapatkan pemenuhan dalam makanan, tertutupi auratnya, dan mendapatkan tempat tinggal. Dalam Pasal 114 disebutkan bahwa perempuan diberikan hak yang sama dengan laki-laki, mendapatkan kewajiban seperti yang diwajibkan kepada laki-laki kecuali apa yang dikhususkan atasnya seperti Islam mewajibkan laki-laki untuk pemerintahan. Islam memberikan hak perempuan untuk perdagangan, pertanian, industri, melakukan akad-akad mu’amalah dan untuk memiliki setiap barang yang bisa dimiliki. Demikian juga dalam waris, perempuan memiliki hak. Dalam bab tentang pekerjaan bagi perempuan yang akan dijamin oleh Khilafah sesuai dengan pasal 115, perempuan boleh menjadi pegawai negara dan menduduki posisi dalam peradilan, kecuali sebagai qadhi mazhalim. Perempuan boleh mengikuti intikhab (pemilihan) khalifah dan membaiat khalifah.

Dalam kehidupan Negara Khilafah, bekerja bagi seorang perempuan betul-betul hanya sekadar sebuah pilihan, bukan tuntutan keadaan. Bandingkan dengan kondisi sekarang saat perempuan banyak dipekerjakan dengan upah yang sangat rendah dan tidak layak karena tidak punya pilihan yang lain.

Dalam Negara Khilafah, pilihan ini bisa diambil perempuan secara leluasa, karena Islam menjamin kebutuhan pokok perempuan dengan mekanisme kewajiban nafkah ada pada suami/ayah, kerabat laki-laki bila tidak ada suami/ayah atau mereka ada tapi tidak mampu, serta jaminan Negara Khilafah secara langsung bagi para perempuan yang tidak mampu dan tidak memiliki siapapun yang akan menafkahinya seperti para janda miskin. Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. pernah bersabda: “Siapa saja yang meninggalkan kalla maka dia menjadi kewajiban kami.” (HR Muslim). Kalla adalah orang yang lemah dan tidak mempunyai anak maupun orangtua.

Dalam Khilafah Islam tidak akan ada perempuan yang terpaksa bekerja mencari nafkah dan mengabaikan kewajibannya sebagai istri dan ibu. Sekalipun Islam tidak melarang perempuan bekerja, mereka bekerja semata mengamalkan ilmu untuk kemaslahatan umat, sementara tanggung jawab sebagai istri dan ibu juga tetap terlaksana. Jenis pekerjaannya pun adalah pekerjaan yang tetap menjaga kemuliaan dan kehormatan perempuan. Negara Khilafah akan menutup semua akses jenis pekerjaan yang mengeksploitasi dan mengekspose tubuh perempuan. Islam melarang pria dan wanita untuk melakukan segala bentuk perbuatan yang mengandung bahaya terhadap akhlak atau yang dapat merusak masyarakat. Dilarang mempekerjakan perempuan dengan tujuan memanfaatkan aspek keperempuanannya. Rafi’ ibn Rifa’ah menuturkan: Nabi saw. telah melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang dikerjakan dengan kedua tangannya. Beliau bersabda, “Begini (dia kerjakan) dengan jari-jemarinya seperti membuat roti, memintal, atau menenun.” (HR Ahmad).

Kaum perempuan dijaga kehormatan mereka dengan larangan mempekerjakan mereka di tempat-tempat penjualan untuk menarik pengunjung, di kantor diplomat dan konsulat dalam rangka mencapai tujuan politik, sebagai pramugari di pesawat-pesawat terbang, dan pekerjaan-pekerjaan lain yang mengeksploitasi unsur kewanitaan mereka.

Namun demikian, perempuan dalam Islam boleh menjadi pegawai-pegawai dalam kantor pemerintahan, pekerja industri, pedagang maupun guru-guru, lapangan pertanian. Daulah akan memberikan lapangan pekerjaan untuk membantu mereka. Bagi laki-laki ada hak sebagaimana juga bagi perempuan. Ada contoh: Rusyaidah Islamiyah pernah menjadi dokter di kota; Syifa binti Abdullah ditunjuk oleh Khalifah Umar bin Khaththab sebagai qadhi hisbah yang menyelesaikan perkara harta dan perdagangan di antara manusia; ‘Aisyah sebagai ahli politik; Fathimah al-Fahriyah sebagai insinyur dan masih banyak lagi yang lain.

Pengiriman tenaga kerja kasar ke luar negeri, apalagi tenaga kerja perempuan, tidaklah direkomendasikan. Kalaulah saat ini dilakukan, semestinya tenaga kerja perempuan mendapat perlakuan khusus yang istimewa yaitu disertai mahram-nya. Ekonomi Islam bukan hanya menyamakan, tetapi lebih menghormati tenaga kerja perempuan. Alternatif yang bisa dilakukan adalah perempuan bekerja di rumah, atau bisa juga di luar rumah sebagai ilmuwan, dokter, perawat, guru, dan sebagainya. Namun, tempat bekerja dan sarana transportasi ke tempat kerja tidak berdesak-desakan dan bercampur-baur dengan laki-laki. Dengan demikian tidak akan pernah terjadi kasus pelecehan kehormatan perempuan.

Dalam Islam perempuan dijaga kehormatannya dengan penerapan aturan pakaian yang menutup aurat dan larangan tabarruj, aturan pergaulan yang jauh dari khalwat dan kewajiban disertai mahram bagi perempuan yang bepergian menempuh jarak safar. Semua itu bertujuan agar kehormatan para perempuan senantiasa terjaga dan terpelihara.

Semua mekanisme itu untuk merealisasikan kebaikan dalam masyarakat, yang di dalamnya terpenuhi kesucian, ketakwaan, kesungguhan, dan kerja (produktivitas). Semua orang akan merasa tenteram di dalam Negara Khilafah, merasa tenang jiwanya, sekaligus menjamin kehidupan umum agar menjadi kehidupan yang serius dan produktif, mampu memenuhi kebahagiaan dan kesejahteraan yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Adapun gerakan pemberdayaan ekonomi perempuan yang saat ini tengah gencar dilakukan negeri-negeri kaum Muslim untuk mengentaskan problem kemiskinan, sesungguhnya merupakan gerakan mengeksploitasi perempuan secara sistematis yang dilakukan oleh negara. Padahal sekalipun bisa menggerakkan roda perekonomian keluarga, mobilisasi perempuan secara massif dalam sektor ekonomi menengah ke bawah tidak akan mampu mengentaskan kemiskinan masyarakat luas dan melejitkan pembangunan ekonomi negara, apalagi membangun negara yang kuat dan mandiri, memimpin peradaban dunia. Pasalnya, sesungguhnya penyebab inti kemiskinan di Dunia Ketiga justru karena perampasan sumberdaya alam oleh perusahaan-perusahaan kapitalis Barat.[]

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *