Tak Layak dan Tak Pantas, Rezim Penguasa Anti Kritik
Senin (11/05/2020), Said Didu bakal Diperiksa polisi atas Laporan Menko Luhut. Seperti diberitakan sebelumnya bahwa Said Didu dilaporkan oleh kuasa hukum Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dengan dugaan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dan/atau menyebarkan berita bohong yang dapat menyebabkan keonaran di masyarakat (kompas. com, 08/05/2020)
Said Didu sebelumnya telah mengirimkan surat klarifikasi kepada Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan terkait video viral berjudul ‘MSD: Luhut Hanya Pikirkan Uang, Uang, dan Uang’. Poin penting kritik Said Didu dalam video tersebut adalah kritik terhadap kebijakan pemerintah saat ini yang lebih mengutamakan kebijakan penyelamatan ekonomi dibandingkan dengan kebijakan mengatasi dampak pandemi corona. Termasuk kritik pada Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi yang lebih mengutamakan kebijakan penyelamatan investasi (kumparan.com, 07/04/2020).
Sebelumnya, juga ada kasus Ali Baharsyah yang mengkritisi kebijakan penguasa berujung penangkapan. Kita juga pasti tidak lupa dengan Habib Bahar, Jonru Ginting yang juga kritis pada penguasa dan berujung penjara.
Saat ini juga banyak pejuang Islam sedang diperkarakan seperti Gus Nur (ulama) dan Ahmad Khozinudin (Ketua LBH Pelita Umat) yang kritis pada penguasa.
Apakah rezim penguasa saat ini anti kritik? Apakah rezim penguasa saat ini tak jauh beda dengan rezim orde baru?
Saat seseorang menjadi pejabat publik, apalagi penguasa negeri maka etikanya dia harus siap dikritik sekeras apapun dan sepedas apapun.
Hampir semua kritik yang ditujukan pada rezim penguasa saat ini juga tak menjadikan keonaran atau kerusuhan fisik akibat kritik tersebut. Semua kritik terhadap kebijakan penguasa disampaikan dengan pendekatan argumentatif tanpa kekerasan.
Misal kritik Said Didu terkait ketidakseriusan rezim penguasa menangani pandemi corona, mana keonaran masyarakat yang timbul akibat kritik Said Didu tersebut.
Saat ini juga banyak pihak yang mengkritisi kebijakan pemerintah terkait penanganan pandemi Covid-19 yang tumpang tindih, saling bertentangan, tidak serius dan cenderung mengutamakan penyelamatan ekonomi daripada kesehatan masyarakat.
Seperti kita tahu kebijakan rezim penguasa yang tak serius menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat, banyak rakyat yang berhenti mencari sumber penghidupan tanpa jaminan negara dan akhirnya kriminalitas meningkat untuk sekedar bertahan hidup.
Bukankah hal demikian malah menunjukkan yang membuat keonaran di tengah masyarakat adalah kebijakan rezim penguasa yang tak serius?!?!
Jadi bila Said Didu kirtis kemudian diperkarakan, bukankah ini menunjukkan bahwa rezim penguasa saat ini anti kritik.
Yang cukup aneh adalah Prof Din Syamsudin ikut terimbas diancam akan diperkarakan oleh pendukung rezim penguasa atas dukungan Prof Din Syamdudin kepada Said Didu. Hal ini karena pernyataan dukungan Prof Din Syamsudin dinilai provokatif. Termasuk pernyataan Din terkait bahwa Said Didu akan mendapat simpati dan dukungan rakyat dianggap bermasalah
Ini sangat aneh, gak masuk akal pernyataan demikian diancam akan diperkarakan.
Rezim penguasa seharusnya bisa mendidik para pendukungnya untuk lebih tenang dan tidak baper mendengar kritik. Tetapi kalo rezim malah membiarkan para pendukungnya membangun iklim “sedikit-sedikit melaporkan” maka hal ini semakin menunjukkan rezim penguasa saat ini anti kritik.
Terkait kasus Ali Baharsyah juga semakin menunjukkan rezim penguasa anti kritik. Bagaimana mungkin sebatas mengkritik rencana kebijakan darurat sipil diperkarakan. Yang semakin aneh, masak menyampaikan dakwah khilafah lewat facebook diperkarakan sebagai makar lewat facebook. Hal ini semakin memperkuat bahwa rezim penguasa saat ini tak siap berbeda pandangan dan anti kritik.
Rezim penguasa saat ini juga dianggap sama dengan rezim orde baru yaitu sama-sama anti kritik, membungkam suara-suara kritis, mengkriminalisasi pihak-pihak yang kritis. yang katanya demi stabilitas politik, keamanan dan ketertiban umum.
Kondisi ini dipertegas oleh Feri Kusuma (Wakil Koordinator KontraS) bahwa rezim penguasa saat ini adalah orde baru dengan gaya baru.
Rezim penguasa berlindung di balik pasal-pasal “penghinaan” , “pencemaran nama baik”, “berita bohong” dan “makar” untuk mengkriminalisasi pihak-pihak yang kriris.
Menurut pakar hukum tata negara, Margarito, kritikan terhadap kebijakan pemerintah bukan lah merupakan tindak kejahatan. Sehingga, hal itu tidak bisa dipidanakan oleh kepolisian.
Waktunya rezim penguasa segera berdamai dengan rakyat nya jangan sampai krisis legitimasi rezim penguasa saat ini diperparah dengan sikap anti kritik, jumawa dan represif.
Rezim penguasa seharusnya belajar dari HR Bukhori ini
“Imam (Pemimpin) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya” (HR. Al Bukhari).
Sehingga menjadi suatu hal yang wajar jika rakyat mengkritik penguasa, yang menjalankan amanah rakyat. Amanah untuk mengurusi urusan rakyat. Amanah untuk menjadi pelindung rakyat.
Kritik adalah bagian dari sikap peduli dari rakyat untuk negeri, bukan bagian dari kebencian.
Rezim penguasa seharusnya belajar dari Amirul Mukminin Umar bin Khatab. Umar mau dikritik dan mengakui kesalahannya di hadapan umat. Tidak ada namanya kriminalisasi bahkan perlakuan keji kepada rakyatnya yang menyampaikan kritik atas kebijakan yang dirasa dzalim.
Wallahu’alam[] IwanJanuar/ls