Ketika Pejabat Adalah Vendor Komersial
Oleh: Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si (Koordinator LENTERA)
Di dunia maya tengah viral tentang surat resmi staf khusus (stafsus) milenial presiden kepada para camat. Surat tersebut bernomor 003/S-SKP-ATGP/IV/2020 tertanggal 1 April 2020 dengan kop Garuda Pancasila yang dilengkapi tulisan “Sekretariat Kabinet Republik Indonesia”, dan ditujukan kepada para camat di seluruh wilayah Indonesia. Tak pelak, berita ini sangat menyedot perhatian publik hingga menjadi trending di Twitter.
Perihal dalam surat itu adalah “Kerja Sama sebagai Relawan Desa Lawan Covid-19”. Dalam surat itu disebutkan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang menginisiasi program “Relawan Desa Lawan Covid-19” sudah melakukan kerja sama dengan PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) dalam menjalankan program tersebut di area Jawa, Sulawesi, dan Sumatera.
Dan Andi Taufan, sang stafsus milenial yang bersangkutan, tak lain adalah pendiri sekaligus CEO Amartha hingga saat ini.
Tak ayal, hal ini menuai kritik dari sejumlah tokoh. Tak terkecuali Rizal Ramli, Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman. Menurut Rizal Ramli, tindakan sang stafsus dapat memicu conflict of interest (konflik kepentingan).
Ada pula komentar dari anggota Ombudsman Republik Indonesia, Alvin Lie. Ia menilai Andi terindikasi melakukan maladministrasi setelah mengirim surat atas nama dirinya dengan kop Sekretariat Kabinet. Alvin juga memandang Andi telah melampaui kewenangannya. Padahal, tugas stafsus adalah memberi masukan kepada presiden. Stafsus tidak mempunyai kewenangan eksekutif apalagi membuat surat edaran ke luar dan menggunakan kop surat Sekretariat Kabinet.
Sementara itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari menilai surat tersebut berpotensi digolongkan sebagai tindak korupsi. Menurutnya, tidak seharusnya staf khusus presiden punya kewenangan untuk menentukan pihak yang berhak memberikan layanan jasa.
Kritik juga datang dari Ketua Hukum dan HAM Pimpinan Pemuda Muhammadiyah, Razikin. Menurutnya, tindakan stafsus Andi Taufan mengirim surat berkop Sekretariat Kabinet kepada camat di seluruh wilayah Indonesia, sebagai pelanggaran serius. Bahkan telah melanggar asas-asas penyelenggaraan negara yang baik dan bertindak sembrono dan secara terang benderang menunggangi jabatannya demi kepentingan pribadi.
Mencermati hal ini, wajarlah terjadi. Toh sudah berulang kali terbukti adanya watak rezim yang kapitalistik. Rezim ibarat makelar dagang yang hanya berpihak pada kepentingan segelintir elit dan abai terhadap kepentingan rakyat. Mereka benar-benar oportunis karena aji mumpung saat menjabat. Yang ternyata jabatan itu disalahgunakan dengan memposisikan perusahaan pribadinya selaku vendor komersial. Apanya yang kemudian berjasa untuk tanah air?
Otak kapitalis takkan pernah mau rugi. Itu sudah pakem kerja ideologi kapitalisme. Keberadaan stafsus milenial nyatanya makin menguatkan lingkaran oligarki di sekeliling rezim. Karena latar belakang mereka semua memang pengusaha. Dan jika sudah begini, fakta oligarki-kapitalisme mana lagi yang hendak kita dustakan?
Demokrasi justru tempat mereka berpesta pora dan foya-foya menjadikan publik sebagai wahana komersialisasi. Alih-alih terbersit kemashlahatan dan pengurusan hajat hidup rakyat. Pasal 33 UUD 1945 telah mereka tipu atas nama kepentingan ekonomi pribadi. Padahal undang-undang itu juga warisan rezim pendahulu mereka, sesama penganut demokrasi. Benar-benar inkonsisten!
Kian hari, liberalisasi ekonomi sudah lebih dari cukup menjadi bukti lenyapnya peran pemerintah untuk hadir bagi rakyatnya. Fungsi kepemimpinan dan kepengaturannya sudah mati. Keberadaan rakyat saja hanya diperhitungkan kala masa coblosan meng-euforia.
Jika fungsi ini memang sudah tidak ada, untuk apa lagi kita pertahankan sistem demokrasi yang rusak dan merusak ini? Mau ganti pemimpin sampai berapa kali lagi agar kita sadar dan yakin bahwa perkara sistem-lah yang menjadi akar masalah di negeri kita.
Sudahlah, kini saatnya kita menengok tata kehidupan yang telah diamalkan oleh suri tauladan kita hingga akhir zaman, Rasulullah ﷺ. Beliau ﷺ menjalankan peraturan hidup yang direkomendasikan oleh Allah SWT, tidak yang lain. Sudah selayaknya, manusia ciptaan Allah, juga diatur dengan aturan dari Allah.
Inilah yang bisa diemban hanya melalui sistem pemerintahan Islam, Khilafah Islamiyyah. Khilafah Islamiyyah adalah sistem kehidupan sesuai sunnah Rasul-Nya. Khilafah mengemban tata aturan yang berlandaskan pada konsep ri’ayatusy syu’unil ummah (mengurusi urusan umat). Sistem inilah yang mampu meniscayakan pengurusan urusan manusia dengan standarnya adalah terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan primer (sandang, pangan, papan) secara menyeluruh orang per orang.
Standarisasi syarat pemilihan staf pemerintahan dalam Khilafah, adalah tingkat ketaqwaan dan keterikatan para individu tersebut pada hukum syariat. Karena demikianlah langkah Rasulullah ﷺ ketika memilih para stafnya.
Sistem pemerintahan Khilafah inilah yang layak kita upayakan dan kita percayai. Karena landasan serta metode pelaksanaannya sesuai fitrah, memuaskan akal, dan menentramkan jiwa. Hingga keberadaannya bisa menjadi cahaya semesta dan rahmatan lil alamin.[]