March 3, 1924 A Tragedy: We Remember It And We Rise!
Oleh: Hadi Sasongko – Direktur POROS
3 Maret 1924, yaitu ketika kafir imperialis pimpinan Inggris kala itu dan antek-antek mereka dari kalangan Arab dan Turki, ketika mereka mampu menghancurkan al-Khilafah. Di mana keputusan itu ditetapkan dengan keputusan yang keluar pada sidang kedua yang diselenggarakan oleh Parlemen Ankara pada hari Senin 3 Maret 1924. Sidang itu berlangsung dari pukul 3.25 sore hingga pukul 6.45 petang dan berakhir dengan keluarnya keputusan mematikan untuk umat dengan penghapusan al-Khilafah.
Dan dengan disusupkannya agen Yahudi yakni Mustafa Kemal Attaturk dalam tubuh umat islam untuk menghancurkannya dari dalam. Dengan kepiawaiannya Mustafa Kemal telah berhasil membentuk kekuatan dari dalam utk menghancurkan tubuh umat Islam. Sejak hari kelam itu umat Islam menderita dua kepahitan dalam kehidupannya dan dalam posisinya di antara bangsa-bangsa. Dahulu kaum Muslimin merupakan umat yang satu, negara yang satu, dan khilafah yang satu. Setelah hari kelam itu, kaum Muslimin terpecah-pecah dalam lebih dari lima puluh negara atau negara kecil. Dahulu konstitusi kita adalah hukum-hukum yang disyariatkan oleh Rabb manusia, dan setelah hari kelam itu akhirnya konstitusi kita menjadi konstitusi yang disyariatkan oleh manusia.
Sungguh pilu dan sangat menyakitkan. Kerinduan akan suatu kondisi dan suasana yang begitu indah, nyaman serta menentramkan telah lenyap di bumi Islam. Dimana umat Islam mengalami masa kejayaannya dan kemasannya, sains teknologi berkembang pesat, tatanan kehidupan yang begitu tertata rapi sekarang telah hancur dan hilang. Bahkan umat Islam di pecah pecah menjadi beberapa negara yangdibatasi oleh sekat sekat nation state.
Sejak umat islam mengalami kemunduran pemikiran, berbagai konflik internal, umat mengalami fase ‘tercabik cabik’.
lebih dari 96 tahun umat Islam telah hidup tanpa kepemimpinan Khilafah. Padahal hukum syara’ berdasarkan ijma’ sahabat hanya membolehkan umat Islam hidup tanpa kepemimpinan Kholifah selama 3 hari. Waktu yang sempit 3 hari ini harus digunakan oleh umat Islam untuk bersungguh-sungguh mengangkat kembali Kholifah yang baru.
Ath-Thabari meriwayatkan bahwa Umar ra. benar-benar menegaskan pentingnya pembatasan waktu selama tiga hari untuk mengangkat khalifah dengan mengatakan: “Jika saya meninggal maka bermusyawarahlah kalian selama tiga hari. Hendaklah Suhaib yang mengimami shalat masyarakat. Tidaklah datang hari keempat, kecuali kalian sudah harus memiliki amir (khalifah).”
Para Imam Madzhab sendiri telah menegaskan kewajiban mengangkat Kholifah ini ditengah-tengah umat Islam. Imam Ibnu Hazm dalam Al-Fashlu fi Al Milal wal Ahwa` wan Nihal menegaskan telah sepakat semua Ahlus Sunnah, semua Murji`ah, semua Syiah, dan semua Khawarij akan wajibnya Imamah [Khilafah].
Pentingnya kewajiban Khilafah ini ditegaskan pula oleh Syaikh Abdurrahman Al Jaziri dengan menyebutkan : “Para imam mazhab yang empat [Imam Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad] rahimahumullah, telah sepakat bahwa Imamah [Khilafah] itu fardhu, dan bahwa kaum muslimin itu harus mempunyai seorang Imam (Khalifah) yang akan menegakkan syiar-syiar agama dan menolong orang yang dizalimi dari orang zalim. Mereka juga sepakat bahwa kaum muslimin dalam waktu yang sama di seluruh dunia, tidak boleh mempunyai dua imam, baik keduanya sepakat atau bertentangan.”
Syekh Abdul Qadim Zallum, dalam kitabnya Nizham al-Hukm fi al-Islam memberikan penjelasan jernih tentang apa Khilafah. Dalam kitabnya itu dijelaskan : “Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi kaum muslimin seluruhnya di dunia, untuk menegakkan hukum-hukum syariah Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia.”
Berdasarkan pengertian Khilafah itu, kita bisa melihat ketiadaan Khilafah telah menyebabkan umat Islam kehilangan tiga perkara penting. Perkara pertama, kehilangan kepemimpinan umum di tengah umat Islam. Padahal keberadaan pemimpin ini adalah sangat penting untuk menyatukan, mengurus, melindungi umat Islam. Tanpa Khilafah, umat Islam saat ini tercerai berai menjadi negara-negara bangsa yang lemah tidak berdaya. Lemahnya persatuan umat Islam ini pulalah yang membuat negara-negara imperilais yang buas memperlakukan umat Islam seenaknya dengan keji.
Umat Islam juga kehilangan pelindung yang sejati. Pemimpin negara-negara bangsa yang ada saat ini, alih-alih menjadi pemimpin dan pelindung umat mereka justru berperan sebagai boneka yang mengokohkan penjajahan negara-negara imperialis. Membiarkan rakyatnya dibunuh dan kekayaan alam negeri Islam dirampas.
Perkara kedua, ketiadaan khilafah , telah menyebabkan dilalaikannya penegakan hukum-hukum Islam (syariah Islam) secara menyeluruh (kaffah). Padahal penegakan syariah Islam merupakan kewajiban yang shorih (tegas) . Pasalnya, penegakan syariah Islam yang merupakan konsekuensi keimanan seorang muslim ini tidak bisa dilaksanakan secara totalitas tanpa adanya institusi negara yang legal yaitu Khilafah.
Karena itu sesungguhnya keberadaan Khilafah merupakan bagian dari upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara melaksanakan seluruh perintah Allah dan Rosul-Nya. Bahkan Ibnu Taimiyah mengatakan hal ini sebagai bagian dari sebaik-baik pendekatan diri kepada Allah SWT (min afdholil qurrubat). Ibnu Taimiyah menegaskan wajib menjadikan kepemimpinan (Khilafah) sebagai bagian dari agama dan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, taqorrub kepada Allah di dalam kepemimpinan itu dengan mentaati Allah Dan Rosulnya termasuk dalam taqorrub yang paling utama.
Perkara ketiga, ketiadaan khilafah juga telah membuat umat Islam lalai menjalankan perkara penting yang harus dilakukan oleh negara, yaitu mengemban dakwah ke seluruh penjuru dunia. Padahal perkara dakwah ini dengan tegas dinyatakan kewajibannya oleh Allah SWT dan Rosul-Nya. Dengan dakwah yang dilakukan oleh Khilafah ini, Islam kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia. Umat manusia pun berbondong-bondong untuk memeluk Islam.
Walhasil inilah perkara penting yang harus sungguh-sungguh diperjuangkan umat Islam. Para ulama menyebutnya sebagai tâj al-furûdh (mahkota dari semua kewajiban). Artinya, penerapan Islam secara kâffah (menyeluruh) hingga tercapai kehidupan berkah itu mustahil diwujudkan tanpa adanya Khalifah dan tegaknya Khilafah. Oleh karena itu, menegakkan Khilafah dan mengangkat khalifah merupakan kewajiban yang paling penting.[]