Penyembah Berhala Selalu Menempatkan Nabi dan Risalahnya sebagai Musuh dan Menempatkan Konstitusi Jahiliyyah di Atas Kitab Suci
Pada Jumat, 14 Februari 2020 saya berkesempatan khutbah di salah satu masjid di kota Bandung.
Saya menyampaikan dua ayat al-Quran dalam surat al-Furqan. Tepatnya ayat 30 dan 31. Allah SWT berfirman:
وَقَالَ الرَّسُوْلُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوْا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُوْرًا
Berkatalah Rasul, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan al-Quran ini sebagai sesuatu yang diabaikan. (QS. al-Furqan: 30).
Ayat di atas menceritakan pengaduan Rasulullah SAW kepada Allah SWT, dikarenakan sikap dan perilaku kaumnya terhadap al-Quran. Ayat ini terkait orang-orang musyrik, namun juga berlaku bagi siapa saja yang menelantarkan al-Quran.
Pengaduan itu lalu dijawab oleh Allah SWT untuk menghibur hati Rasulullah:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ وَكَفَى بِرَبِّكَ هَادِيًا وَنَصِيرًا
Seperti itulah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. Cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi Petunjuk dan Penolong. (QS. al-Furqan: 31).
Menurut Syaikh Ali al-Shabuni, dalam Shafwat at-Tafasir, ayat ini menghibur Rasulullah agar tidak bersedih, yakni:
1. Setiap Nabi juga memiliki musuh,
2. Musuh para Nabi itu adalah orang-orang berdosa,
3. Cukuplah Allah sebagai pemberi petunjuk dan penolong..
Musuh Nabi itu adalah orang-orang musyrik yang mengajak manusia pada kesesatan dan kekufuran.
Jadi, sudah sunatullah kalau musuh kebenaran adalah kebatilan, dan musuh kebatilan adalah kebenaran. Itulah mengapa sejak zaman jahiliyyah, penyembah berhala selalu menempatkan agama (Islam) sebagai musuhnya.
Bukan hanya itu, para penyembah berhala menempatkan konstitusi jahiliyyah di atas kitab suci. Mereka mengolok-olok kitab suci sebagai mantra sihir. Mereka menjadikan kitab suci sebagai sesuatu yang ditinggalkan (mahjura).[]
Yuana Ryan Tresna