Framing Negatif “IPB Kampus Radikal” Sudah Keterlaluan !!!
Oleh : Agung Wisnuwardana
Logika absurd radikalisme cikal bakal terorisme saat ini sedang menerpa kampus IPB, pasca penangkapan dosen IPB oleh Densus 88, berinisial AB pada Sabtu dini hari (28/9) lalu. Banyak pihak yang mengenal AB, sangat tidak percaya dengan penangkapan beliau yang dituduh telah menyiapkan dan menyimpan bom molotov untuk membuat kerusuhan di Aksi Mujahid 212 pada Sabtu (28/9) lalu. Belakangan di media sosial muncul pembelaan bahwa botol minyak yang diamankan dari rumah AB adalah botol minyak jarak, bukan bom molotov seperti yang dituduhkan. Namun, polisi lalu mengklarifikasi bahwa bom yang dirakit bukanlah molotov, melainkan bom ikan. Selanjutnya beredar di media, tuduhan lain dari informasi seorang petinggi kepolisian bahwa AB berencana menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih. Bahkan beredar pula tuduhan terbaru di media bahwa AB berencana meledakkan 7 pusat bisnis. Kok bisa ya berubah-ubah tuduhannya.
Saat opini di media terus bergerak seperti bola liar, beredar di kalangan alumni dan mahasiswa IPB, bahwa AB dikenal sebagai dosen favorit, pribadi yang sangat baik, welas asih, dermawan, motivator, serta sangat cinta Indonesia. Bahkan dalam pernyataannya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (3/10), Rektor IPB, Bapak Arif Satria menjelaskan bahwa sehari-hari beliau termasuk dosen yang sangat baik, suka menolong, aktif sebagai motivator, dan kemudian sangat menginspirasi. Beliau memiliki kemampuan retorika yang sangat baik. Bapak Arif pun menyatakan AB tak terlibat organisasi apapun di dalam kampus.
Berbagai pihak menduga sangat besar kemungkinan AB sengaja dijebak dan dikorbankan. Muncul informasi di sosial media, beliau mengalami penyiksaan fisik, dipukul, disetrum, serta kepala ditutup plastik dan dilakban hingga tidak bisa bernapas saat penyidikan. Sungguh membuat miris dan prihatin kolega, teman-teman, dan para mahasiswa beliau. Di sisi lain belum ada kejelasan informasi dari pihak kuasa hukum AB, di tengah belum adanya transparansi proses penyidikan yang dilakukan terhadap AB.
Terlepas seperti apa sesungguhnya kebenaran semua opini yang beredar di media tersebut, yang pasti tudingan BNPT dan Setara Institute terkait adanya kampus radikal di Indonesia akhirnya dianggap benar oleh sebagian masyarakat, bahkan digoreng dengan sangat renyah oleh pihak-pihak Islamophobia, kalangan liberal, dan pro penguasa yang mengarahkan peristiwa ini pada radikalisme kampus. Framing negatifnya tersebar liar, hingga muncul tuduhan IPB sebagai “Institut Perakit Bom”. Bahkan menanggapi penangkapan AB, Menristekdikti, Mohamad Nasir mengaitkan hal tersebut sebagai penanda bahwa radikalisme di kampus masih kental terasa.
Bahwa IPB dikenal sebagai kampus yang kental dengan suasana dan kegiatan keislaman, memang benar adanya. Di kampus hijau ini, hampir semua mahasiswi muslim berkerudung, banyak kajian Islam mahasiswa yang diadakan oleh berbagai lembaga keislaman kampus, masjid pun selalu ramai dengan kegiatan keislaman dan dipenuhi jamaah setiap waktu sholat. Wajar bila IPB selama ini lebih dikenal dengan julukan “Institut Pesantren Bogor”. Pertanyaannya, tidak bolehkah suasana dan kegiatan keislaman muncul di kampus? Kalau ada yang menganggap salah, pikirannya perlu dibenahi.
Semangat ber-Islam yang muncul di kalangan mahasiswa muslim di kampus IPB, telah memunculkan kesadaran bahwa mahasiswa di kampus tidak cukup sekedar belajar ilmu yang sedang ia geluti, tapi juga menyadarkan mahasiswa bahwa mereka harus mengemban visi BUNGA DAKWAH (Buku-Ngaji-Dakwah). BUKU adalah lambang dari visi intelektualisme, NGAJI adalah wujud dari visi spiritualisme, dan DAKWAH adalah implementasi dari visi aktivisme. Apakah visi BUNGA DAKWAH ini salah dan terlarang? Apakah seorang mahasiswa muslim ingin mendalami ajaran Islam sebagai konsekuensi keimanannya kepada Allah adalah salah? Kalau ada yang menilai salah, lalu apakah mereka lebih menghendaki mahasiswa tetap berpegang pada visi zaman doeloe dengan jargon BUPECI-nya (Buku-Pesta-Cinta)? Lebih senang mahasiswa pacaran, gaul bebas, dan hura-hura saat kuliah di kampus? Kalau ada yang senang seperti demikian, jelas pikirannya sudah somplak. Justru, banyak pihak termasuk para orang tua mahasiswa merasa senang dengan perubahan putra-putrinya pasca masuk IPB yang mengalami perubahan kepribadian ke arah yang lebih baik dengan visi BUNGA DAKWAH ini.
Perlu dicatat, tak pernah ada kajian Islam di lingkungan kampus IPB yang mengajarkan kekerasan dalam berdakwah, apalagi merakit bom. Dakwah itu wujud rasa kasih sayang sehingga perlu disampaikan dengan argumentasi, contoh yang baik dan debat intelektual, bukan dengan kekerasan.
Dalam kajian Islam di lingkungan kampus IPB, tak pernah juga diajarkan untuk membenci manusia, termasuk kepada nonmuslim. Pergaulan mahasiswa dengan berbagai suku, agama dan ras berjalan dengan baik di IPB yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, bahkan dari luar Indonesia. Selama ini tak pernah ada persoalan. Saat mahasiswa muslim tak mengucapkan selamat natal pada mahasiswa nasrani sangat bisa dipahami karena ini pilihan keyakinan dan tak pernah melunturkan hubungan antar mereka. Tetapi uniknya bagi pihak liberal dan Islamophobia, ini dianggap intoleran dan radikal. Artinya, persoalannya bukan antara muslim dan non muslim di kampus IPB, tetapi pikiran liberal dan Islamophobia yang sudah mendarah daginglah yang menjadi masalah dalam persoalan ini.
Narasi “IPB Kampus Radikal” yang terus disemburkan oleh kalangan liberal dan Islamophobia sudah sangat keterlaluan. Sepertinya semburan narasi negatif ini malah diaminini oleh rezim negeri ini plus badan-badannya. Sudah saatnya kita tidak boleh diam membiarkan kedzaliman terus terjadi.
Rektor IPB, struktural kampus dan alumni harus melakukan klarifikasi yang sepadan. Jangan pernah bersikap defensif apologetik, menyerah kalah, dan mengikuti semburan opini framing negatif dan kedzaliman manusia-manusia durjana.
Saatnya seluruh kekuatan kampus bersikap terhadap framing negatif ini tanpa kekerasan dan dengan argumentasi yang kuat. Ramaikan opini untuk menanggapi semburan framing negatif. Sebar tulisan, video, meme yang opensif dengan bahasa yang baik dan tepat.
Kampus jangan pernah mau diintervensi secara struktural dan otoriter oleh rezim kekuasaan yang menginginkan agar suasana Islami di kampus IPB diberangus. Saatnya kampus IPB menjadi pionir untuk mengkritisi framing negatif dan kedzaliman ini, khususnya terkait kebijakan-kebijakan terhadap dosen maupun mahasiswa yang dituduh radikal. Hindari kampus hanya menjadi stempel intelektual kebijakan rezim kekuasaan yang otoriter.
Wallahu’alam bishawab. []