Pemberantasan Korupsi, Ide Utopis dalam Demokrasi
Oleh: Mochamad Efendi
Ide Pemberantasan korupsi sering kita dengar tapi korupsi berjalan terus seolah tidak takut dan jera dengan ancaman hukuman yang diberlakukan. Janji Jokowi untuk memberantas korupsi saat pemilihan presiden tinggal janji karena korupsi tidak pernah berhenti. Bahkan banyak pejabat tinggi yang mendukung penguasa terjerat oleh OTT KPK. Yang mencengangkan hampir seluruh anggota DPRD kota Malang terpapar kasus korupsi.
Apalagi setelah polemik revisi UU KPK, kepercayaan masyarakat atas ide pemberantasan korupsi menurun. Transparency International Indonesia (TII) menyesalkan sikap Jokowi yang menyepakati pembahasan revisi UU KPK. TII menilai langkah Jokowi ini mencederai kepercayaan publik dan mengkhianati janji politiknya sendiri. “Bagi kami ini betul-betul mencederai kepercayaan publik, bahkan mengkhianati janji politiknya Jokowi sendiri,” kata peneliti TII, Alvin, kepada wartawan, Sabtu (14/9/2019). (https://m.detik.com/news/berita/d-4707640/menolak-lupa-janji-jokowi-soal-pemberantasan-korupsi).
Tidak hanya janji pemberantasan korupsi, janji yang lainpun sering tidak ditepati. Pencitraan hanya untuk menarik simpati rakyat sehingga janji diucapkan. Apalagi kasus korupsi melibatkan pendukung kekuasaan dan juga DPR, yang darinya Undang-Undang dihasilkan.
Banyaknya kasus korupsi yang menjerat anggota legislatif dan orang-orang di pusaran kekuasaan. Kemudian untuk apa revisi UU KPK dilakukan apakah untuk penegakan hukum dan pemberantasan korupsi atau untuk membuat celah hukum agar bisa menyelamatkan mereka yang terjerat kasus korupsi?
Revisi UU KPK terkesan terburu-buru, bahkan tidak melibatkan KPK yang masih aktif. Ada apa dibalik semua itu? Banyak spekulasi muncul menanggapi fenomena ini termasuk dari KPK sendiri sehingga ini mendorong Situmorang sebagai wakil ketua KPK mengundurkan diri dari KPK yang diikuti dengan jajaran pimpinan KPK yang lain. Kemudian menyerahkan mandat urusan KPK kepada Presiden.
Akhir-akhir ini banyak kasus besar yang tertangkap tangan oleh KPK. Banyak diantara mereka yang menjadi anggota legislatif sekaligus pendukung setia penguasa. Penanganan korupsi di Indonesia kian hari menunjukkan arah perubahan. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus korupsi yang berhasil diungkap oleh lembaga antirasuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak didirikan pada 2002.
Jokowi dianggap ikut berperan melemahkan KPK. Presiden terpilih itu dinilai hanya melontarkan omong kosong memperkuat lembaga yang saat ini dipimpin Agus Rahardjo Cs lewat revisi terbatas. “Itu siasat saja. Itu bagian dari pelemahan. Niat dan motifnya sudah negatif, karena itu buru-buru. Urat malunya sudah hilang,” kata dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti Abdul Ficar Hadjar. Ficar menyebut beberapa poin yang didukung Jokowi dalam draf revisi UU KPK mengandung pelemahan KPK. (https://m.cnnindonesia.com/nasional/20190916173504-32-430971/revisi-uu-kpk-siasat-jokowi-lemahkan-pemberantasan-korupsi)
Pemberantasan korupsi sungguh ide utopis. Undang-undang dibuat oleh manusia. Dan sering pembuat undang-undang menjadi pelaku korupsi. Jadi tidak bisa dipungkiri pembuat undang-undang akan membuat perangkat hukum yang membuat dia aman dan punya celah untuk melarikan diri dari jeratan hukum.
Belum lagi penguasa juga bisa melakukan revisi UU KPK dengan mudahnya. Untuk kepentingan siapa revisi ini dilakukan? Kita tahu bahwa banyak pejabat di lingkaran kekuasaan yang terpapar korupsi karena tidak mungkin rakyat kecil melakukannya.
Selama kedaulatan di tangan penguasa dengan mengatasnamakan rakyat, pemberantasan korupsi hanyalah ide utopis, janji politik yang tidak akan mungkin terwujud dalam sistem demokrasi. Koruptor tidak mungkin rakyat biasa yang tidak memiliki jabatan publik dan kesempatan untuk melakukan korupsi. Mereka yang memiliki jabatan dan dalam lingkaran kekuasaan yang mungkin melakukan korupsi. Selama aturan perundang-undangan dibuat oleh manusia dengan mengedepankan nafsunya, pemberantasan korupsi adalah ide utopis. Koruptor aman untuk menjarah uang rakyat karena mereka diberikan celah untuk bisa terbebas dari jeratan hukum. Bagaimana bisa UU pemberantasan korupsi bisa tegas dan mampu menjerat dan menghukum koruptor dengan hukuman berat yang membuat jera jika yang membuat UU terpapar korupsi.
Dan para penguasa akan menyelamatkan diri dan kroni-kroninya agar lepas dari jeratan hukum dengan hukuman yang lunak dan nyaman jika mereka tertangkap tangan melakukan korupsi. Dan apakah dengan revisi UU KPK, ada jaminan korupsi bisa dihentikan dan uang rakyat tidak dihamburkan sia-sia oleh mereka yang rakus dan ingin terus berkuasa dengan menjarah uang rakyat?
Tentu jawabannya tidak. Meskipun revisi UU dilakukan seribu kali, selama yang membuat UU manusia yang tidak bersih dari korupsi, pemberantasan korupsi adalah ide utopis yang tidak mungkin terjadi.
Hanya Islam solusi fundamental yang akan mampu memberantas korupsi karena hukuman dalam Islam tegas dan berat bagi pelaku korupsi sehingga mereka akan jera dan tidak berani melakukan korupsi. Islam juga akan terus menanamkan keimanan yang kuat pada masyarakat terutama pada para pejabat sehingga mereka lebih amanah dalam menjalankan tugasnya. Jadi hanya sistem Islam yang akan bisa memberantas korupsi bukan sistem demokrasi.[]