Hilangkan Disintegrasi dan Separatisme
Oleh: dr. M. Amin (direktur Poverty Care)
Gejolak di Papua yang terjadi pada beberapa waktu terakhir ini menunjukkan beberapa karakteristik yang menarik.
Pertama, ada peningkatan eskalasi. Dibanding dengan semester awal tahun 2001, tahun 2012 dan meningkatnya tindak kekerasan di tahun 2019.
Kedua, bila dicermati tindak kekerasan itu tidak di seluruh Papua, tetapi berkonsentrasi di beberapa distrik.
Ketiga, korbannya acak. Maksudnya bukan hanya kelompok tertentu, misal: seperti aparat saja.
Kalau kita lihat tujuan dari tidak kekerasan ini adalah tujuan politik dengan menciptakan instabilitas di Papua. Lalu, bahwa kekerasan ini juga ingin mengangkat Papua ini sebagai wilayah yang harus terus menerus mendapat perhatian khususnya di dunia internasional.
Jadi jelas bahwa motif politik itu begitu kuat. Ada sekian pihak yang memiliki motif politik untuk melakukan tindak kekerasan seperti itu, karena gerakan separatis.
Namun harus diingat bahwa gerakan separatis itu nggak berdiri sendiri. Gerakan separatis itu mempunyai link up ke pihak internasional. Itu bukan saja terjadi di Indonesia , tapi juga di seluruh dunia dan seluruh tempat. Kalau ada gerakan separatis pasti dia punya link up ke internasional negara tertentu.
Biasanya tokoh-tokoh penggeraknya itu di negara tertentu dari sana mendapatkan bantuan dana dan bantuan politik.
Dan tentu ada campur tangan asing baik itu dalam artian kelompok separatis, negara asing atau kelompok tertentu yang mendukung gerakan separatis ini.
Problem Papua harus dikembalikan ke akar masalah. Ini terkait dengan pandangan politik tertentu, misalkan di Papua sampai sekarang masih terus ada pandangan politik kalau Papua itu merupakan satu identitas politik sendiri yang ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Maka mereka merasa punya hak kewenangan historis untuk berdiri sendiri bebas dari apa yang disebut negara Indonesia.
Lalu, Papua itu merupakan provinsi yang sangat strategis dan kaya. Secara geografis letak geografis Papua terletak di wilayah yang jauh dari pantauan Jakarta. Kalau dibentangkan itu Jayapura itu sama jauh dengan Tokyo, naik pesawat sekitaran 6 jam. Jadi sangat jauh memang sehingga secara politik memang kontrolnya melemah.
Kemudian, Papua sangat kaya karena Papua memiliki semua sumber daya alam yang ada di pulau lain. Di sana ada hutan, emas, minyak, tembaga bahkan uranium. Bisa dibilang Papua itu kepulauan yang sangat komplit. Sedangkan keterikatan politik terhadap Jakarta secara historis bisa disebut paling lemah.
Selain itu ada semacam persoalan laten yang belum juga terselesaikan yaitu kemiskinan, ada semacam diskriminatif. Walaupun dari segi alokasi anggarannya sudah sangat luar biasa, tapi, itu tidak menjawab persoalan di sana jadi hal-hal seperti itulah yang akhirnya gejolak itu timbul kemudian dimanfaatkan pihak asing yang ingin memang melepaskan Papua.[]