Referendum di Papua Bentuk Pengingkaran Harga Mati NKRI
Oleh: Mochamad Efendi
NKRI harga mati sering digunakan penguasa rezim sebagai senjata untuk melawan pihak yang menginginkan perubahan Indonesia yang lebih baik. Siapa saja yang mengkritisi kebijakan pemerintah yang dzalim kepada rakyat dianggap sebagai anti NKRI. Rakyat yang memperjuangkan perubahan sistem rusak demokrasi dengan Islam dituduh makar. Bagaimana dengan janji Jokowi yang akan memberikan referendum pada rakyat Papua? Bukankah itu bentuk pengingkaran terhadap NKRI harga mati?
Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis (23/7) mengimbau Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera mengklarifikasi isu yang menuding dirinya menjanjikan referendum pada masyarakat Papua. Masalah tersebut sangat serius dan tidak bisa dianggap angin lalu oleh seorang presiden. Walaupun kita ketahui bersama banyak janji-janji yang diucapkan Jokowi tidak ditepati. Namun janji ini adalah bentuk pengingkaran terhadap NKRI harga mati yang sering dijadikan slogan penguasa rezim.
Tapi harga mati yang dimaksud bukan NKRI tapi kepentingan penguasa. Sangat mungkin jika ada desakan dari asing yang punya kepentingan dengan tuntutan referendum rakyat papua, bisa jadi lepasnya timor-timor pada masa kepemimpinan BJ. Habibi bisa terulang lagi. Jika Papua lepas dari wilayah NKRI siapa yang akan disalahkan? Masihkan rezime berkoar-koar NKRI harga mati.
Ma’ruf Amin pernah menyampaikan akan melindungi NKRI dengan Bansernya saat menghadiri Apel Akbar Banser se-Lamongan di Lapangan Banyubang, Solokuro, Lamongan, Rabu (10/4/2019) sore pada saat kampanye sebelum terpilih menjadi wakil presiden mendampingi Jokowi. Sekarang apa tindakannya saat bendera merah putih sebagai simbol negara ditemukan di selokan. Apa yang dia lakukan saat Papua bergolak menginginkan referendum dan pisah dari negara NKRI. Ternyata NKRI harga Mati hanya slogan kosong saja. Saat pengajian dibubarkan, NKRI harga mati dijadikan alasan untuk mempersekusi. Bahkan simbol agama dinistakan juga dengan dalih NKRI harga. Dan saat negara ini terancam dari perpecahan oleh kelompok bersenjata OPM kenapa tidak mengirim Banser dengan semangat untuk mempertahankan keutuhan NKRI. Ataukah sekarang takut mati menjadi korban keganasan OPM yang mengancam kedaulatan NKRI.
Negeri ini sungguh diserang dari berbagai arah secara masif dari pengaruh asing-asing. Banyak aset negara terjual ke asing aseng dengan dalih investasi. Jeratan utang semakin kuat mengancam kedaulatan NKRI. Apalagi sekarang muncul tuntutan referendum dari Papua. Jika tuntutan referendum dikabulkan maka akan banyak tuntutan referendum dari daerah lain.
Selama kesejahteraan dan keadilan belum terwujud maka bagaikan api dalam sekam, semangat referendum tidak akan pernah mati dan suatu saat bisa muncul kembali. Papua sekarang jadi sorotan dunia sehingga penguasa negeri ini bagaikan makan buah simalakama sehingga tidak ada sikap tegas dari pemerintah atas kasus tuntutan referendum masyarakat Papua.
Oleh karena itu kita butuh pemimpin yang kuat bukan pemimpin boneka apalagi antek asing yang rela melihat negerinya dikuasai asing aseng dengan dalih investasi. Utang luar negeri juga harus segera diselesaikan agar negeri ini dapat berdaulat penuh dan berani menolak intervensi asing dengan tegas. Tidak bisa dipungkiri bahwa kekuatan besar dunia sedang memperebutkan Indonesia.
Beranikah Jokowi menolak secara tegas tuntutan Referendum rakyat Papua dan mampu menghentikan gejolak di Papua dengan menindak tegas kelompok bersenjata, OPM yang ingin memisahkan diri dari NKRI? Jika Rakyat Papua bagian dari NKRI mereka juga harus diperhatikan secara manusiawi. Jangan hanya mengeruk kekayaan alam mereka tapi juga kewajiban negara untuk mensejahterakan. Beranikah Jokowi menolak intervensi asing aseng dalam pengelolaan sumber alam negeri di bumi Papua sehingga kesejahteraan mereka terjamin. Hanya dengan cara itu gejolak di Papua bisa dihentikan dan tidak ada lagi tuntutan referendun untuk memisahkan diri dari wilayah NKRI.[]