FPI Tidak Wajib Izin?
Oleh, Chandra Purna Irawan,SH.,MH (Sekertaris Jenderal LBH PELITA UMAT)
Di dalam acara Islamic Lawyers Forum (ILF) yang mengambil tajuk “LEGALITAS FPI DAN DAKWAH KHILAFAH”, yang diselenggarakan oleh LBH PELITA UMAT di Jakarta, tanggal 18 Agustus 2019. saya menyampaikan materi sebagai berikut;
Pertama, bahwa mendirikan organisasi tidak perlu izin, izin itu hanya dilekatkan kepada sesuatu yang dilarang dengan adanya izin maka menjadi boleh, misalnya izin usaha perkebunan. Sedangkan berkelompok, berserikat adalah hak. Hak ini telah ada atau secara alami pasti dilakukan setiap orang termasuk dilakukan oleh manusia sebelum Republik Indonesia lahir;
Kedua, bahwa berserikat, berkumpul adalah hak, maka tidak wajib izin. Tugas negara adalah mencatat atau mendaftar, seperti orang menikah apakah harus izin negara melalui KUA? Tidak, tugas negara adalah mencatat warganya yang menikah. Oleh karena itu berserikat tidak perlu dan tidak wajib izin, tugas negara adalah mencatat. Izin itu diperlukan dari sesuatu yang dinyatakan dilarang, dengan adanya izin menjadi boleh. Berserikat, berkumpul merupakan hak konstitusional yang tidak bisa dibubarkan atau dicabut haknya oleh siapapun kecuali oleh putusan hakim pengadilan negeri, bukan pengadilan administratif (PTUN);
Ketiga, bahwa Perlu diketahui, Perppu No. 2/2017 hanya mengubah pasal yang berkaitan dengan prosedur pencabutan badan hukum ormas, norma kewajiban dan larangan, serta pemberian sanksi bagi Ormas. Perppu No. 2/2017 yang kemudian disahkan menjadi UU No. 16/2017, tidak menghapus atau mengubah ketentuan pasal 10, 11, 13,13,14,15 dan pasal 17 UU No. 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang mengatur tentang bentuk ormas yang dapat berbadan hukum dan dapat juga tidak berbadan hukum.
Pasal 10 ayat (1)
Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat berbentuk: a. badan hukum; atau b. tidak berbadan hukum.
Pasal 11 ayat (1)
Ormas berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a dapat berbentuk: a. perkumpulan; atau b. yayasan
Pasal 16 ayat (1)
Pendaftaran Ormas yang tidak berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b dilakukan dengan pemberian surat keterangan terdaftar.
Keempat, bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia nomor 82/PUU-XI/2013. Dalam putusan tersebut, MK meninjau soal terdaftarnya ormas di pemerintah. MK menyatakan suatu ormas bisa mendaftarkan diri ke pemerintah maupun tidak mendaftarkan diri. Menurut Mahkamah, yang menjadi prinsip pokok bagi Ormas yang tidak berbadan hukum, dapat mendaftarkan diri kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab untuk itu dan dapat pula tidak mendaftarkan diri. Ketika suatu Ormas yang tidak berbadan hukum, telah mendaftarkan diri haruslah diakui keberadaannya sebagai Ormas yang dapat melakukan kegiatan organisasi dalam lingkup daerah maupun nasional. Mahkamah juga menyatakan berdasarkan prinsip kebebasan berkumpul dan berserikat, suatu ormas tidak dapat dilarang berkegiatan. Mahkamah juga menyatakan berdasarkan prinsip kebebasan berkumpul dan berserikat, suatu ormas tidak dapat dilarang berkegiatan. Namun, MK mensyaratkan ormas tak boleh melakukan pelanggaran hukum. Suatu Ormas dapat mendaftarkan diri di setiap tingkat instansi pemerintah yang berwenang untuk itu. Sebaliknya berdasarkan prinsip kebebasan berkumpul dan berserikat, suatu Ormas yang tidak mendaftarkan diri pada instansi pemerintah yang berwenang tidak mendapat pelayanan dari pemerintah (negara), tetapi negara tidak dapat menetapkan Ormas tersebut sebagai Ormas terlarang, atau negara juga tidak dapat melarang kegiatan Ormas tersebut sepanjang tidak melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan, ketertiban umum, atau melakukan pelanggaran hukum;
Kelima, bahwa terkait Khilafah yang dilakukan oleh FPI sebagaimana tercantum pasal 6 ADART FPI harus didukung dan tidak perlu takut.ajaran Islam Khilafah tidak pernah dinyatakan sebagai paham terlarang baik dalam surat keputusan tata usaha negara, putusan pengadilan, peraturan perundang-undangan atau produk hukum lainnya sebagaimana paham komunisme, marxisme/leninisme dan atheisme, yang merupakan ajaran PKI melalui TAP MPRS NO. XXV/1966. Artinya, sebagai ajaran Islam Khilafah tetap sah dan legal untuk didakwahkan ditengah-tengah umat. Mendakwahkan ajaran Islam Khilafah termasuk menjalankan ibadah berdasarkan keyakinan agama Islam, dimana hal ini dijamin konstitusi.
Wallahualambishawab[]
Sumber: lbhpelitaumat.com