Jangan Dengerin Darmono! Ayo Gelorakan Terus Pendidikan Agama untuk Indonesia yang Lebih Beradab

 Jangan Dengerin Darmono! Ayo Gelorakan Terus Pendidikan Agama untuk Indonesia yang Lebih Beradab

Oleh : Ahmad Sastra

Tersebar kabar di sosial media, seorang pengusaha bernama Setyono Djuandi Darmono atau lebih dikenal dengan panggilan S.D. Darmono menyarankan kepada presiden Jokowi untuk meniadakan pendidikan agama di sekolah (@geloranews, 4 Juli 2019).

Sebelum lebih jauh diskusi, alangkah baiknya jiwa Darmono membaca kembali narasi tujuan pendidikan nasional yang termaktub dalam UU Nomor 20 tahun 2003 yang salah satu intinya adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.

Bagi Darmono agama tidak perlu diajarkan di sekolah, cukup diajarkan orang tua masing-masing atau lewat guru agama di luar sekolah. “ Mengapa agama sering kali menjadi alat politik ?. Karena agama dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Di sekolah, siswa dibedakan ketika menerima mata pelajaran (mapel) agama. Akhirnya mereka merasa kalau mereka itu berbeda”, kata Darmono usai bedah bukunya yang ke – 6 berjudul Bringing Civilization Together di Jakarta, Kamis (4/7/2019).

Darmono melanjutkan pendapatnya bahwa jika agama dijadikan sebagai identitas, maka akan memicu radikalisme. Ketika bangsa Indonesia hancur karena radikalisme, belum tentu negara tetangga yang seagama bisa menerima. “Kita harus jaga bangsa ini dari politik identitas (agama). Kalau negara ini hancur yang rugi kita sendiri. Memangnya kalau kita pindah ke negara lain yang seagama, kita bisa diterima, kan tidak. Makanya rawatlah negara ini dengan nilai-nilai budaya, bukan agama”.

Pasca pernyataan kontroversial Darmono, banyak muncul penolakan dari berbagai kalangan. Fraksi PKS di DPR menolak wacana penghapusan pendidikan agama di sekolah. Ketua fraksi PKS di DPR, Jazuli Juwaini mengatakan wacana tersebut bentuk sekulerisasi yang bertentangan dengan pancasila.

“ Ini ide sekulerisasi yang menjauhkan generasi bangsa dari nilai-nilai agama. Wavana ini juga bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945 dan tujuan pendidikan Nasional”, kata Jazuli dalam keterangan resminya, Jumat 5 Juli 2019. Dia heran wacana ini dimunculkan di tengah upaya penguatan pendidikan agama di sekolah. Ia mengkritik keras wacana yang disebut diusulkan chairman jababeka Setyono Djuandi Darmono kepada presiden Joko Widodo.

Padahal menurut Jazuli, DPR sedang memperjuangkan RUU pesanten dan pendidikan keagamaan dalam rangka memperkuat keimanan dan ketaqwaan generasi Indonesia serta memperkuat akhlak mulia. RUU ini ditunggu berbagai ormas keagamaan yang muatannya yang dinilai positif dan konstruktif.
Sebenarnya ungkapan seperti yang disampaikan Darmono (meski tidak sama persis) bukan hal yang baru dalam diskursus ideologi dan intelektual di dunia dan Indonesia. Dahulu ada teori revolusi mental yang digagas Karl Marx muda. Dia waktu itu aktif di perkumpulan pemuda Hegelian yang merupakan kelompok ekstrim kiri anti agama yang beranggotakan para dosen muda dan pemuda ekstrim kiri.

Istilah revolusi mental ini dibuat untuk program cuci otak dalam pengembangan faham Sosialis-komunis dikawasan Eropa yang kapitalis, karena agama yang dogmatis dianggap sebagai penghambat dalam pengembangan ideologi komunis. Istilah revolusi mental juga dipopulerkan oleh pendiri partai komunis china yg bernama Chen Duxiu bersama temannya yang bernama Li Dazhao sebagai doktrin dan cuci otak kepada para buruh dan petani dalam menentang kekaisaran China.

Revolusi mental yang digagas Karl Marx memang berideologi ateis yang anti tuhan dan anti agama. Bagi Marx, syarat utama revolusi mental adalah menjauhkan rakyat dari agamanya. Ditegaskan oleh Marx, bahwa agama adalah candu, Revolusi mental tidak akan pernah berhasil bila rakyat tak dijauhkan dari agama.

Toynbee justru berpendapat sebaliknya, baginya agama ada hubungan erat dengan tegaknya peradaban. Baginya, ada generasi creative minorities yang akan mampu membangkitkan keterpurukan peradaban. Generasi creative minorities ini memiliki karakater  memiliki keimanan yang tangguh, ibadah kuat, mencintai ilmu dan bersikap zuhud (tidak cinta dan gila dunia, seperti harta, tahta dan pangkat).

Oleh karena itu, bagi umat Islam khususnya, jangan dengerin Darmono, teruslah memperkuat pendidikan agama Islam di sekolah, rumah dan masyarakat yang selama ini telah dilakukan. Perkuat kembali pendidikan Al Qur’an dari mulai menghafal, memahami hingga menerapkan dalam kehidupan. Mari kita bangun peradaban Indonesia berdasarkan nilai-nilai mulia Al Qur’an.

Islam bukan hanya sebatas agama ritual, melainkan juga ideologi dan peradaban. Islam tidak bersifat sekuleristik yang memisahkan dan menjauhkan agama dari kehidupan. Islam adalah asas pergerakan, perjuangan dan kehidupan. Islam mengajarkan dengan sempurna persoalan ekonomi, budaya, politik, pendidikan dan sosial. Rasulullah, selain sebagai Rasullah, beliau juga merupakan politikus ulung yang memimpin Daulah Madinah.

Aktivitas dakwah dan politik Islam yang dilakukan Rasulullah dalam upaya melenyapkan berbagai sistem batil zaman jahiliyah diperkuat oleh ilmuwan Barat, Michael Hart, “ Dia mendirikan negara baru di sisi agama. Di bidang dunia, ia menyatukan kabilah-kabilah di dalam bangsa, menyatukan bangsa-bangsa di dalam umat, meletakkan buat mereka semua asas kehidupan”.

Islam adalah jalan hidup yang tidak hanya berdimensi ritual, Islam juga memiliki  dimensi ilmu dan peradaban. Karena itu kemajuan Islam bukan hanya ditimbang dari sisi ritualistik semata, melainkan juga ditimbang sejauh mana Islam memancarkan rahmat bagi kehidupan manusia dan alam semesta. Kemuliaan Islam bukan hanya untuk dirasakan oleh individu tapi untuk seluruh manusia di dunia. Pendidikan dan dakwah adalah pilar  peradaban Islam.

Islam mengumumkan dengan jelas akan kesatuan manusia di alam  semesta antara seluruh penduduk dan masyarakat. Semua itu dalam satu lembah kebenaran, kebaikan dan kemuliaan. Karena itu Islam telah menaklukkan berbagai macam penduduk, memberikan asas yang mengandung pokok-pokok dasar universal yang menghimpun secara nyata.

Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal (QS Al Hujurat : 13).

Karena itu mengkaitkan agama dengan radikalisme adalah pernyataan ngawur yang sudah basi. Pernyataan ini selalu diulang-ulang oleh kaum pembenci Islam, tujuannya adalah untuk melemahkan semangat kaum muslimin yang tengah mengalami kebangkitan di negeri ini. Istilah radikalisme adalah istilah Barat yang selalu digunakan untuk menyerang Islam. Islam justru merupakan sumber perdamaian, sementara kapitalisme merupakan sumber kesengsaraan dan komunisme sumber pertikaian.

Dalam perspektif historis, pengetahuan dari berbagai bidang keahlian, peradaban ilmiah dengan berbagai macam bentuknya dapat dirasakan oleh penduduk dunia dalam bentuk peradaban Islam. Peradaban Islam punya andil besar dalam  membina peradaban kemanusiaan yang manusia dan mulia. Kecintaan muslim kepada agama dan ilmu telah memberikan sumbangsih dalam pergerakan ilmiah, dalam karya-karya mereka bahkan hingga mencapai puncak kecermelangannya. Peradaban Islam hadir dengan memberikan manfaat universal. Melalui gerakan pendidikan dan dakwah inilah pilar-pilar peradaban Islam ditegakkan.

Sejarah tradisi keilmuan dalam Islam sesungguhnya dimulai dari lahirnya Islam  itu sendiri. Rasulullah, sahabat dan para ulama pendahulu telah menancapkan  tradisi ilmu. Al Quran mengandung banyak ayat yang menganjurkan umat Islam untuk senantiasa menggali ilmu dengan cara berfikir atau bertafakur. Biasanya Allah menyebut orang-orang beriman yang mau berfikir tentang segala penciptaan Allah dengan istilah Ulil Albab.

Ibnu Sina pernah berkata, ” Jika ada persoalan yang terlalu sulit bagiku, aku pergi ke masjid dan berdoa, memohon kepada Yang Maha Pencipta agar pintu yang telah tertutup bagiku dibukakan dan apa yang tampaknya sulit menjadi sederhana. Biasanya, saat malam tiba, aku kembali ke rumah, menghidupkan lampu dan menenggelamkan diri dalam bacaan dan tulisan”. Hal ini menandaskan bahwa tradisi keilmuan dan semangat pembelajaran dalam Islam telah lama berlangsung. Semua ini berakar dari nilai dan ajaran agama Islam.

Pemikiran Islam mengatur semua aspek kehidupan manusia, seperti politik, sosial kemasyarakatan, perekonomian, kebudayaan, dan akhlaq. Islam hadir dengan membawa aturan yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhannya, dengan dirinya sendiri dan dengan orang lain. Aturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya tercakup dalam aqidah dan ibadah. Sedangkan aturan yang mengatur hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri tercakup dalam hukum-hukum tentang makanan, pakaian, dan akhlaq. Selebihnya adalah aturan yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain, semisal, masalah mu’amalah, ‘uqubaat, dan politik luar negeri.

Optimisme akan hadirnya kembali kegemilangan peradaban Islam dinyatakan oleh  Ahmad Y al- Hasan, “Marilah kita meletakkan skenario hipotesis: jika kekuasaan Islam tidak dilemahkan dan jika ekonomi negara-negara Islam tidak dihancurkan, dan jika stabilitas politik tidak diganggu, dan jika para ilmuwan muslim diberi stabilitas dan kemudahan dalam waktu 500 tahun lagi, apakah mereka akan gagal mencapai apa yang telah dicapai Copernicur, Galileo, kepler dan Newton?. Model-model planetarium Ibn al-Shatir dan astronomer-astronomer muslim yang sekualitas  Copernicus dan yang telah mendahului mereka 200 tahun membuktikan bahwa system Heliosentris dapat diproklamirkan oleh saintis muslim, jika komunitas mereka terus eksis dibawah skenario hipotesis ini”.

Oleh sebab itu, sekali lagi jangan dengerin pendapat Darmono. Mari umat Islam Indonesia terus perjuangankan nilai-nilai Islam melalui pendidikan di sekolah, rumah dan masyarakat. Pesantren yang kini berjumlah 29.000 di seluruh Indonesia akan menjadi pilar pendidikan agama Islam secara formal di sekolah. Berbagai lembaga pendidikan non formal seperti Taman Pendidikan Al Qur’an telah tumbuh ratusan ribu di tengah masyarakat. Bahkan di berbagai keluarga muslim juga telah tumbuh kesadaran pendidikan agama Islam.

Fenomena ini akan terus dilanjutkan dan diperkuat hingga menghasilkan generasi yang cerdas dan beradab. Harapannya mereka akan mampu membangun Indonesia yang beradab pula. Negara beradab adalah negara yang berindentitas Islam. Sebab Islam adalah agama sekaligus peradaban yang menebar rahmat bagi seluruh manusia dan alam semesta.

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu (QS Al Baqarah : 208). 201. Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka” (QS Al Baqarah : 201). Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (QS Al Anbiyaa : 107). []

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *