Takbir, tahlil, tahmid, tak henti-hentinya meluncur dari setiap lisan kaum beriman, menggetarkan dada, menyentuh jiwa, bergemuruh di langit, menghujam ke bumi, demikian suasana penuh syukur dilantunkan oleh lebih dari 750 kaum muslimin kota Malang menjelang solat Idul Fitri 1440 H di halaman parkir Ruko Sukarno Hatta Indah kota Malang.
Solat Id dengan jamaah yg membludak ini diinisiasi bersama oleh Forum Keluarga Samara, KIFAMA (Komunitas Islam Kaffah kota Malang), dan LBH Pelita Umat kota Malang. Menurut Satya Widarma, SH., M.Hum., dalam pengantarnya solat Id ini diselenggarakan berdasarkan hasil ru’yatul hilal yang diadakan oleh kaum muslimin di berbagai wilayah di dunia, telah nampak hilal syar’i di beberapa negara pada Senin (3/6/2019) petang sehingga Idul Fitri 1 Syawal 1440 H jatuh pada hari Selasa (4/6/2019).
Solat yang dimulai sekitar 06.30 WIB ini menghadirkan imam solat Ustadz Rujian Khairi dari Griya Qur’an dan Khotib Ustadz Nur Iman pengasuh Forum Keluarga Samara Kota Malang. Diawal khutbahnya Nur Iman mengajak kaum muslimin untuk bersimpuh, bersujud, merunduk dan merendahkan diri di haribaan Zat Yang Maha Suci. Hanyut dalam senandung pujian kepada Ilahi. Tenggelam dalam pengagungan kepada Zat Yang Mahatinggi. Allah Rabbul ‘Izzati.
Nur Imam mengajak kaum muslimin ber introspeksi diri bahwa Idul Fitri ini sama-sama kita rayakan saat bangsa ini masih dirundung oleh ragam ujian. Elit politik masih terus disibukkan oleh persaingan dan perselisihan. Tampak nyata hasrat dan nafsu untuk saling berebut jabatan atau mempertahankan kekuasaan. Tak jarang mendominasi. Saling sikut berebut kursi. Masing-masing siap mengorbankan apa saja dan siapa saja. Demi jabatan dan kekuasaan padahal ia hanyalah amanah yang bisa berujung penyesalan. Tentu di Hari Pembalasan.
Nur Iman juga menyayangkan kondisi kaum muslimin yang hanya jadi korban, saat ini nasib rakyat makin terlupakan, kemiskinan masih terjadi, angka pengangguran masih tinggi, harga kebutuhan pokok terus melonjak, utang negara terus membengkak. Ironisnya, derita rakyat terjadi di tengah keberlimpahan kekayaan alam negeri ini. Sebabnya, sebagian besar kekayaan itu telah dikuasai oleh pihak asing, swasta dan pribadi-pribadi. Mayoritas rakyat, yang notabene Muslim, hanya bisa gigit jari.
Nur Iman selanjutnya menyayangkan muncul kembali kriminalisasi terhadap ulama dan tokoh umat masih terus terjadi. Dakwah terus dipersekusi. Ajarannya, seperti syariah dan khilafah, terus dimonsterisasi. Orang-orang yang ‘hijrah’ pun malah dicurigai.
Di luar negeri Ust Nur Iman juga sedih atas derita kaum muslimin Suriah, Palestina, Rohingya, Uighur, Yaman dll yang mengalami penyiksaan, pemerkosaan, pembantaian, kelaparan dan derita lainnya.
Diakhir khutbahnya Nur Iman merefleksi semua keadaan diatas tentu ironis dengan kenyataan, bahwa setiap tahun kaum Muslim selayaknya merayakan Idul Fitri dengan sukacita. Sebab, sebagaimana dinyatakan oleh sebagian ulama, Idul Fitri adalah Hari Kemenangan. Menang melawan hawa nafsu, menang melawan setan, menang melawan setiap kecenderungan dan perilaku menyimpang, menang dalam menegakkan keadilan, menang melawan setiap kezaliman, bahkan menang melawan gembong kekufuran. Inilah yang kita saksikan dalam lintasan sejarah seperti Perang Badar, Fathu Makkah, dll.
Nur Iman memberi solusi, hari raya yang penuh kemenangan semacam inilah yang sepantasnya dirayakan. Yaitu dengan mengamalkan seluruh isi al-Quran, melaksanakan dan menerapkan syariahnya secara kaffah melalui kekuasaan yang menerapkan sistem pemerintahan Islam. Sistem tersebut oleh para ulama disebut Khilafah ar-Rasyidah, pungkasnya.[]
Sumber: shautululama.co