Mediaumat.id – Penahanan 5300 warga Palestina sejak awal 2022 tanpa dasar yang kuat dinilai sebagai sebuah kekejian. “Penahanan 5300 warga Palestina bahkan lebih, sejak awal 2022 oleh Israel tanpa alasan yang kuat, tanpa alasan yang benar, tentu saja ini adalah sebuah kekejian,” tutur Magister Kajian Timur Tengah dan Islam Iranti Mantasari kepada Mediauamat.id, Kamis (20/10/2022).
Menurutnya, ini adalah sebuah kejahatan yang tentu saja memisahkan seorang anak dari ibunya, seorang suami dari istrinya dan seterusnya.
Iranti menjelaskan alasan kenapa Israel memiliki otoritas untuk melakukan penahanan meski tidak memiliki dasar yang kuat. “Kita bisa melihat kekuatan yang dimiliki itu memang pasti jauh lebih besar dimiliki oleh Israel sementara warga Palestina sebagai pihak yang terjajah hanya bisa melakukan resistensi, melakukan penolakan penahanan terhadap apa yang sudah diserang oleh Israel itu dengan senjata dan kemampuan seadanya,” ungkapnya.
Menurutnya, dukungan yang dimiliki oleh saudara Muslimin di Palestina itu tidak cukup memadai untuk melawan apa yang dilakukan oleh Israel kepada mereka.
“Penahanan 5300 orang ini bukan sekedar data statistik saja, tapi ini ada 5000 orang, itu banyak sekali kalau misalkan kita tempatkan dalam sebuah ruangan. Itu ada banyak sekali dan itu bisa kita lihat bahwa memang masalah diskriminasi yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina ini adalah hal yang sangat nyata,” ujarnya
Melihat fakta-fakta tersebut, kata Iranti, malah banyak yang meninggal justru mungkin banyak di antara 5300 itu yang meninggal. Tapi itu juga tidak bisa memberikan kesadaran kepada para penguasa negeri Islam.
“Berarti kita bisa memahami bahwasanya ada hal yang tidak sinkron antara pandangannya para penguasa negeri Islam ini dengan kondisinya kaum muslimin yang ada di Palestina. Para penguasa negeri Islam ini boleh kita katakan, tersandera oleh kepentingan-kepentingan pragmatis, kepentingan-kepentingan kekuasaan yang apabila mereka mengarahkan bantuan mereka, mengarahkan serangan kepada Israel dalam landasan dalam semangat membela Palestina, itu mereka harus istilahnya mengorbankan kepentingan kepentingan mereka,” bebernya.
“Kemungkinan besarnya pasti akan diberikan sanksi, ditegur atau bahkan dihukum oleh Amerika, oleh PBB, dan negara-negara Barat lainnya. Misalkan dalam bentuk embargo ekonomi mungkin atau dalam bentuk pemutusan hubungan kerja sama. Karena negeri-negeri kaum Muslimin tersebut memutuskan untuk melawan pihak yang justru di bela oleh Barat,” tambahnya.
Iranti mengatakan, inilah yang membuat para penguasa negeri Islam itu menjadi diam atau tidak berbuat banyak ataupun ketika memberikan bantuannya bukan bantuan dalam skala level negara tapi hanya dalam skala level individu.
“Padahal para penguasa negeri Muslim ini adalah orang yang memimpin sebuah negara. Seharusnya logikanya mereka memberikan bantuan dalam skala negara,” ucapnya.
Iranti menuturkan, yang harus dilakukan oleh kaum Muslim untuk membebaskan Palestina dari penjajahan Israel jawabannya jelas yakni kaum Muslim harus beralih dari berbagai kepentingan-kepentingan yang mengalihkan dari masalah besar yang dihadapi oleh kaum Muslim hari ini yaitu penjajahan, kemiskinan, kemaksiatan dan berbagai hal lain yang buruk.
“Itu semuanya harus dipahami sebagai akibat dari ketiadaan penerapan syariat Islam dalam kehidupan kita secara total, secara integral, secara menyeluruh. Ketika syariat itu tidak dilaksanakan, tidak diterapkan dalam kehidupan kita, maka pihak-pihak yang lain yang menjadikan ideologi mereka sebagai landasan untuk beraktivitas termasuk dalam beraktivitas politik, beraktivitas militer justru kita pasti akan kalah karena syariat yang menjadi landasan ideologis kita sebagai kaum muslimin itu itu malah tidak kita gunakan,” jelasnya.
Menurutnya, ini akan menjadi hal yang sangat kontras. “Apabila ada pihak-pihak yang menggunakan ideologi mereka sebaik mungkin yaitu ideologi kapitalisme sekuler, sementara kaum Muslim di sini tidak menggunakan ideologi mereka yang seharusnya adalah ideologi Islam tapi malah membawa ideologi Barat yaitu ideologi kapitalis sekuler, alhasil kaum Muslim hari ini tidak akan pernah bisa membebaskan Palestina selama ideologi kapitalisme itu dijadikan sebagai landasan berpikir, sebagai landasan beraktivitas,” terangnya.
Oleh karena itu, kata Iranti, kaum Muslim yang ada di Palestina maupun di daerah-daerah terjajah lainnya amat sangat membutuhkan penerapan syariat Islam secara menyeluruh dalam sebuah negara yang memang akan mengakomodasi jihad, mengakomodasi serangan militer, serangan balasan kepada Israel dan juga pendukung-pendukungnya.
“Memang ini hanya akan bisa terwujud ketika kaum Muslim itu memiliki satu komando kepemimpinan di bawah Khilafah Islamiah atau di bawah Negara Islam yang menerapkan aturan-aturan Islam yang bersumber dari Al-Qur’an, sunah, ijma sahabat dan juga qiyas syar’iyyah secara menyeluruh. Bukan hanya dalam level ibadah, bukan dalam level spiritual saja, tapi dalam level politik, level bermasyarakat, level ekonomi, semuanya. Dalam semua level itu diterapkan syariat, maka di saat itu pulalah kaum muslimin di Palestina akan bisa terbebas,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it