Mediaumat.news – Dalam tiga bulan terakhir, setidak 50 ribu buruh sudah di PHK di berbagai sektor industri. “Gelombang PHK ini terjadi akibat menurunnya daya beli masyarakat, yang salah satunya disebabkan oleh adanya kebijakan upah murah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan,” ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal di Jakarta, Jum’at (6/10/2017).
KSPI membantah adanya pernyataan bahwa ada peningkatan lapangan kerja di sektor online. “Dari data KSPI menjelaskan, bahwa dari sektor industri offline terjadi pemutusan hubungan kerja sebanyak 50 ribu orang. Sedangkan penyerapan kerja baru di bidang online hanya 500-an orang,” kata Said Iqbal.
Pernyataan itu pun, menurut Said Iqbal, hanya berdasarkan apa yang diucapkan Rhenald Kasali yang hanya seorang ahli marketing, bukan ahli ekonomi makro.
Pernyataan itulah yang kemudian dikutip Presiden Joko Widodo dalam Rakernas KADIN, bahwa tidak ada penurunan daya beli.
“Bagaimana tidak ada penurunan daya beli? Jika 50 ribu buruh di-PHK di offline dan hanya 500-an orang tenaga kerja yang terserap di online,” tegas Said Iqbal.
KSPI menolak keras terjadinya PHK di beberapa industri.
Berdasarkan data yang dihimpun KSPI, di sektor energi/pertambangan PHK terjadi beberapa perusahaan seperti PT Indoferro (1.000), PTIndocoke (750), PT Smelting (380), PT Freeport (8.100). Di industri garmen ada PT. Wooin Indonesia, PT Star Camtex, PT Good Guys Indonesia, PT. Megasari, PT. GGI, total kurang lebih 3.000, di industri farmasi dan kesehatan antara lain PT Sanofi/Aventis (156), PT Glaxo (88), PT Darya Varia (40), PT Rache (400), PT Tempo Scan Pasific 95, telekomunikasi ancaman PHK terjadi di Indosat, XL axiata, dan kemungkinan akan terjadi di sektor pekerja jalan tol.[]Joko Prasetyo