Mediaumat.id – Menyoal statistik terkait pemerkosaan dan kejahatan-kejahatan seksual lain yang mencatat sekitar 36 persen perempuan di seluruh dunia pernah mengalami kekerasan fisik maupun kekerasan intim seksual, Direktur Siyasah Institute Ustaz Iwan Januar (UIJ) menegaskan, hanya Islam yang mampu menyelamatkan kaum perempuan.
“Hanya kembali pada Islam kaum perempuan bisa selamat. Bukan Islam ala ISIS atau Taliban yang banyak salah mempraktekkan ajaran Islam. Tapi syariat Islam sebagaimana dicontohkan Rasulullah dan para Khulafaur Rasyidin,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Jumat (26/11/2021).
Statistik tersebut, diringkas dari wonderslist.com, Kamis (12/10/2017). Dan ternyata mencatat lima negara maju dengan angka tertinggi pemerkosaan. Afrika Selatan, Swedia, Amerika Serikat, Inggris dan India.
Perlu diketahui juga, terang Iwan, lima negara maju dimaksud adalah termasuk negara-negara pengusung liberalisme dan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM).
Di sisi lain, lanjutnya, dengan angka statistik pemerkosaan yang tinggi, menunjukkan bahwa paham liberalisme serta praktik HAM di negara-negara Barat, khususnya AS, malah menjerumuskan rakyat mereka dalam jurang amoralitas.
“Dengan liberalisme, masyarakat dibebaskan ekspresikan seksualitas mereka, termasuk menjadikan pornografi sebagai industri. Akhirnya itu semua jadi racun moral mereka,” jelasnya.
Tak hanya itu, tambah Iwan, kaum perempuan di sana tetap saja menjadi objek seksualitas, eksploitasi dan selanjutnya, tetap sulit mendapatkan pembelaan dan perlindungan atas hak-hak mereka.
Seperti dilansir oleh sebuah organisasi sosial bidang penanganan kekerasan seksual di AS, RAINN (Rape, Abuse & Incest National Network), 13% pelajar di kampus AS pernah mengalami pemerkosaan atau kekerasan seksual. Bahkan sekitar 26.4% wanita yang lulus dari kampus juga pernah mengalami kekerasan seksual.
Juga dikutip dari situs USAtoday.com yang melaporkan satu survei di tahun 2019. “Dari 181,752 pelajar di 33 kampus terkemuka di berbagai negara bagian, menemukan fakta bahwa 25.9% perempuan lulusan kampus pernah mengalami tindakan pemaksaan seksual,” ucap Iwan.
Lebih tragis lagi, imbuhnya, berdasarkan laporan lembaga LSM di AS, Know Your IX, hampir 40% mahasiswa dan pelajar yang melaporkan kekerasan seksual pada otoritas kampus malah dipaksa keluar seperti DO atau mencabut laporan mereka. “(Pun) semua negara yang menganut paham liberalisme, justru angka kekerasan seksual dan pemerkosaannya tinggi,” tegasnya.
Indonesia
Sedangkan Indonesia dengan Permendikbud No. 30/2021 yang kontroversial, Iwan mengibaratkan sebagai seorang anak. “Ibarat anak kecil, negeri ini disodori apa saja dari Barat seperti diberi mainan baru, langsung pakai,” kata Iwan.
Begitu juga dengan negeri-negeri Muslim lainnya yang dipaksa meratifikasi berbagai kesepakatan dan aturan sosial yang diarahkan PBB maupun ICEDAW (International Convention on Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) atau konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita.
Belum lagi, kesepakatan hak asasi internasional yang secara khusus mengatur hak-hak perempuan. “Konvensi ini mendefinisikan prinsip-prinsip tentang hak-hak manusia, norma-norma dan standar-standar kelakuan dan kewajiban. Negara-negara peserta konvensi sepakat untuk memenuhinya,” tuturnya.
Sehingga terkait itu, Iwan memandang, karena takut terkucil dari pergaulan internasional, dengan kegamangan, Indonesia mau saja disuruh memusuhi Islam. Atau paling tidak, mengupayakan agar Islam tidak sampai menjadi acuan kehidupan bernegara.
Dengan demikian, sekali lagi Iwan menegaskan, hanya kembali kepada syariat Islam kaffah dalam naungan khilafah, kaum perempuan bisa selamat. “Tidak mungkin dalam naungan ideologi yang liberal,” pungkasnya.[] Zainul Krian