Mediaumat.id – Merefleksi 25 tahun reformasi ke arah Indonesia lebih baik, Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) menegaskan, yang diperlukan negeri ini bukan sekadar itu.
“Yang diperlukan oleh negeri ini bukan sekadar reformasi,” ujarnya dalam Focus to The Point: Reformasi Tanpa Islam, Gagal Total! di kanal YouTube UIY Official, Senin (5/6/2023).
Lebih dari itu, menurutnya, dibutuhkan sebuah perubahan mendasar berkaitan dengan penggantian asas sekularisme. “Mengganti asas ini dalam arti bahwa kita ini tidak bisa lagi terus berharap kepada sekularisme,” jelasnya.
Tengoklah, salah satu tujuan reformasi yang awalnya untuk membebaskan negeri ini dari masifnya perilaku tindak pidana korupsi, namun di era sekarang, banyak pihak justru menyebut makin menjadi-jadi.
“Korupsi bukan hanya dilakukan oleh satu titik, sebagaimana dilakukan di masa Orde Baru Pak Harto. Tetapi sekarang ini di hampir semua lini, semua level, di pusat, sampai daerah,” bebernya.
Maka berangkat dari situ, akan muncul ketidakadilan politik, ekonomi maupun hukum. “Ketidakadilan politik terjadi kepada mereka-mereka yang kritis terhadap prinsip ketidakadilan hukum. Siapa yang bayar dia yang akan menang,” jelasnya.
Sementara, terkait ketidakadilan ekonomi, kata UIY, bisa dilihat dari banyaknya sumber daya alam yang hasilnya justru dinikmati mereka yang memiliki akses kepada kekuasaan.
“Seperti yang sering saya jadikan contoh itu adalah eksploitasi ladang batu bara yang di 380 ribu hektare itu, itu praktis dinikmati oleh tujuh perusahaan besar,” singgungnya, tentang PKP2B, dengan potensi pendapatan sebesar Rp65 ribu triliun.
Tetapi melalui penetapan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba, perusahaan-perusahaan swasta otomatis mendapatkan perpanjangan konsesi hingga 2 kali 10 tahun dengan opsi 2 kali 10 tahun lagi.
“Kenapa bisa terjadi? Karena ada perubahan Undang-Undang Minerba dari 2009 ke Undang-Undang 2020. Kenapa bisa terjadi? Pasti di belakang situ ada, bukan gratis kan? Pasti ada sesuatu,” ucap UIY menganalisis.
Sedangkan terkait ketidakadilan hukum, kata UIY, bisa pula dilihat dari masih banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi.
Ia memisalkan, seseorang ditembak mati oleh aparat hanya sebab, baru diduga sebagai teroris. “Baru terduga loh. Apakah dia betul teroris atau tidak itu tidak sempat dibuktikan, tapi sudah dihabisi dulu,” ucapnya.
Demikian pula dengan kasus Km 50 yang menyisakan banyak tanya. Pun di sisi lain, hanya dengan tuduhan, tanpa proses peradilan, ormas-ormas Islam dibubarkan. “Bukankah ini pelanggaran hak asasi manusia?” lontarnya.
Kembali ke Islam
Karenanya, kata UIY, memang harus kembali kepada Islam. “Ini (sistem Islam) yang paling cocok dengan relijiusitas, mayoritas penduduk negeri ini” tandasnya.
Tak hanya itu, sebagaimana termaktub di dalam Pembukaan UUD 1945, rakyat di negeri ini telah mengakui bahwa kemerdekaan yang diperolehnya adalah atas berkat rahmat Allah SWT.
Sehingga, di dalam pengaturan berikut pengelolaan sumber daya alam di negeri ini semestinya pula tak bertentangan dengan ketentuan-Nya. “Jika kita merdeka dengan rahmat Allah, kenapa juga kita ini mengatur negeri ini bertentangan dengan Allah yang telah memberikan kemerdekaan?” tukasnya.
Sedangkan seperti dipahami bersama, aturan dari Allah SWT pasti baik dan memberikan kebaikan pula. Artinya, pasti memberikan rahmat bagi seluruh alam semesta.
“Ini bisa diuji. Bagaimana sistem ekonominya bisa diuji, bagaimana sistem sosial budayanya bisa diuji, sistem politiknya bisa diuji,” pungkasnya meyakinkan.[] Zainul Krian