2,4 Juta Remaja Alami Gangguan Jiwa, Bukan Kasuistik tapi Sistemik

Mediaumat.info – Pemicu terjadinya 2,4 juta remaja didiagnosis (oleh National Adolesen Mental Health Survey bersama UGM pada 2 tahun lalu) mengalami gangguan jiwa, menurut Direktur Siyasah Institute Iwan Januar bukan perkara kasuistik tapi sistemik.

“Secara global ini terjadi kondisi begitu, artinya, memang ini pemicunya bukan kasuistik tapi karena sesuatu memang sudah sistem terjadi seperti itu,” ujarnya dalam Kabar Petang: Ada Andil Negara atas Melesatnya Gangguan Jiwa? di kanal YouTube Khilafah News, Selasa (16/7/2024).

Ia pun mengungkapkan tiga alasannya. Pertama, sistem kehidupan yang sekarang basisnya adalah sekularisme, agama dijauhkan, agama dimarginalkan. Padahal agama merupakan pondasi kehidupan yang bisa membuat seorang pribadi menjadi kuat secara kejiwaan.

“Dia tahu prinsip takdir, dia yakin prinsip tawakal dan dia juga akan senantiasa ikhtiar maka pijakannya adalah akidah atau iman,” cetusnya.

Hari ini lanjutnya, tidak ditanamkan di tengah-tengah masyarakat termasuk di dunia pendidikan, jadi remaja ini belajar agama sebatas hafalan untuk ujian bukan menjadi sebuah pembentukan karakter.

“Akibatnya ketika mereka lulus di tengah-tengah masyarakat juga itu sudah meruyak yang namanya proses pemarginalan agama, agama dijauhkan dari kehidupan masyarakat,” tukasnya.

Apalagi, imbuhnya, muncul program deradikalisasi, orang jadi takut untuk mendekati agama Islam, orang takut untuk mendalami Islam karena takut disebut radikal.

Kedua, dalam demokrasi-kapitalisme yang diterapkan saat ini meniscayakan terjadinya survival of fittest (sintasan yang paling layak) di persaingan ekonomi yang sempurna, orang itu diminta untuk berpacu sendiri, diminta untuk survive sendiri.

Menurut Iwan, survival of the fittest itu siapa yang kuat, yang fit itu yang akan survive. Sedangkan yang tidak fit tidak akan survive.

Sementara, ungkapnya, kondisi tiap keluarga tiap orang itu berbeda. Ada yang datang dari ekonomi yang kaya, ekonomi menengah, kemudian ekonomi yang lemah bahkan juga sangat sulit.

“Belum lagi yang sakit-sakitan, belum juga kalangan perempuan yang single parent, dia harus survive menghidupi anaknya juga mengasuh anaknya,” sambungnya.

Menurutnya, dalam sistem demokrasi itu enggak diperhatikan karena negara hanya sebagai regulator. Mereka tidak mau karena secara ideologi mereka sudah membatasi diri untuk tidak masuk ke dalam ranah privat atau ranah keluarga.

“Akibatnya, keluarga dan pribadi ini tidak punya pendukung, tidak punya sistem dan pihak yang melindungi mereka ketika menghadapi tekanan sosial, tekanan ekonomi pendidikan,” terangnya.

Jadi, tegasnya, memang kondisi sekarang ini sistemik karena pijakannya adalah sekularisme yang memarginalkan agama.

Ketiga, sistem kapitalisme membuat warga harus berjuang sendiri, harus struggle live (perjuangan hidup) dengan minim dukungan dari negara, dari pemerintah sementara lingkungan sosial juga sama.

“Jadi, memang ini sudah kondisi yang berpotensi besar dan terbukti bukan lagi berpotensi tapi terbukti menciptakan masyarakat yang penuh dengan gangguan kejiwaan,” pungkasnya. [] Muhammad Nur

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: