200 Lebih Ulama dari Seluruh Pelosok Jatim Hadiri Multaqa Ulama Aswaja di Madura

Multaqa Ulama Aswaja di Madura dilaksanakan bersamaan dengan Haflah Maulidun Nabawi As Syarif Sayidina wa Maulana Muhammad Rasulillah Saw 1441H, Ahad 17 November 2019, bertepatan dengan 20 Rabiul Awwal 1441H. Pelaksanaan Mulataqa di ndalem (kediaman) KH. Toha Cholili, Dzurriyah Syaikhona Cholil Bangkalan Madura.

Propinsi Jawa Timur sebagai basis ulama Aswaja menghadirkan lebih dari 200 kyai, ulama, pimpinan pondok pesantren serta pengasuh majelis taklim yang berasal dari seluruh kabupaten di Jatim. Dalam pengamatan redaksi shautul ulama sejumlah ulama pinunjul (terpandang) di Jatim yang hadir antara lain: KH. Bahron Kamal, Pengasuh MT Ihya’ul Qulub, Malang, KH. Ahmad Abu Syamil, FKU Aswaja Mataraman, KH. Muhammad Yasin, Pengasuh Ponpes Al Fattah, Jember, KH. Muhammad Bahcri, Jember, KH. R. Azis Syahid, Pamekasan, Madura, KH. Muhammad Ali Fadhil, PP At Taufiq, perbatasan Jungcangcang Butet, Pamekasan, Madura, Kyai Lukman Haris Rahman, Sumenep, Madura, KH. Misbah Halimi, Jombang, KH. Farid Makruf, Lc, Ponpes Al Mimbar Jombang, KH. Muhammad Nizar, PP Al Mimbar Jombang, KH. Ahmad Jauhari, Kediri, KH. Abdullah Amroni, Leces Probolinggo, Kyai Abdul Salam, PP Al Anwar, Mojokerto, Kyai Abdul Karim PP Al Ihsan, Baron Nganjuk, dll.

Para ulama semangat mengikuti multaqa Aswaja kali ini karena adanya sejumlah persoalan keumatan penting yang harus disikapi. Beberapa persoalan yang menjadi pembahasan para ulama antara lain:

  1. Bahwa Negeri kita tidak bisa dipisahkan dari peran Ulama, baik dalam perjuangan mengusir penjajah; Belanda, Inggris, Portugis, maupun Jepang, dalam menjaga keutuhan dan persatuan Indonesia, dalam membangun peradaban maupun dalam menghadapi problem multidimensional yang mendera bangsa Indonesia.
  2. Bahwa Ulama adalah pewaris para nabi, ulama laksana bintang yang menerangi, yang membimbing, mendidik umat untuk iman dan bertaqwa kepada Alloh; memperbaiki umat sekaligus membersihkan umat dari berbagai kekufuran dan kemaksiatan.
  3. Bahwa Ulama wajib dimulyakan, haram dihinakan, dinistakan, dikriminalisasi.
  4. Bahwa Isu deradikalisasi yang diprogramkan oleh rezim merupakan upaya untuk mengalihkan perhatian umat ini atas agenda utamanya; isti’nafu hayatil Islamiyah.
  5. Bahwa kriminalisasi terhadap ajaran islam -khilafah sebagai ajaran aswaja- dan ulama merupakan propaganda rezim sebagai upaya untuk menjauhkan Islam, ajaran Islam dan ulama dari umat.
  6. Bahwa indikasi bangkitnya ideologi komunisme merupakan kenyataan yang harus diwaspadai.
  7. Bahwa disintegrasi sedang mengancam Indonesia dengan aksi pembunuhan dan pengusiran warga, pendudukan kantor pemerintahan yang dilakukan oleh OPM (Organisasi Papua Merdeka) secara nyata dan terang-terangan.
  8. Bahwa banyak kebijakan yang dilakukan oleh penguasa menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan rakyat.
  9. Bahwa Khilafah adalah satu-satunya sistem kenegaraan yang disyariatkan oleh Islam. Seluruh ulama ahlus sunnah wal jama’ah dari berbagai madzhab, telah berittifaq (sepakat) atas hukum wajibnya untuk menegakkan khilafah.

Oleh karena itu, sangat tidak tepat jika rezim melakukan kriminalisasi terhadap ulama, ajaran islam serta orang yang memperjuangkan syariat Islam. Tudingan radikalisme yang diarahkan kepada umat islam sangat menghinakan ulama yang memiliki peran besar dalam membangun negeri ini.

Sementara liberalisme, sekulrisme, komunisme serta ancaman distrigrasi oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan organisasi semacamnya, yang nyata-nyata mengancam kedaulatan NKRI, dan kebhinekaan tidak dipersoalkan. Kondisi inilah yang menjadi perhatian para ulama. []

Sumber: shautululama.co

Share artikel ini: