Mediaumat.id – Sekitar 1,3 miliar data pendaftaran kartu SIM ponsel yang disinyalir bocor dan dijual di situs gelap, dinilai Analis Media Sosial Rizqi Awal menjadi alarm bahaya bagi pengguna. “Ini menjadi sesuatu alarm bahaya,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Ahad (4/8/2022).
“Artinya, pemerintah yang tadinya bilang bahwasanya tidak akan ada kebocoran data, dan relatif akan aman, ternyata bisa dijebol loh data-data kita,” sambungnya.
Padahal sebagaimana pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia pada Kabinet Kerja (2014–2019) Rudiantara sekitar akhir tahun 2017 silam, menegaskan bakal menjamin keamanan data yang diberikan pelanggan jasa telekomunikasi prabayar saat melakukan pendaftaran ulang.
Hal itu disampaikan Rudi terkait beredarnya kabar yang menyebutkan registrasi nomor kartu SIM prabayar rentan terjadi kebocoran data dan mudah disalahgunakan oleh operator telekomunikasi.
Bahkan Rudi menyebut kabar tersebut adalah hoaks dan masyarakat diminta untuk tidak mudah percaya terkait informasi mengenai registrasi nomor kartu SIM yang masih diragukan kebenarannya.
Namun terlepas itu, lanjut Rizqi, ternyata keamanan internet di internal negeri ini lemah. “Internet security kita, security networking kita, itu sekali lagi tidak aman,” tegasnya.
Penting diketahui, kata Rizqi, angka 1,3 miliar data, bukanlah angka yang kecil. Sehingga perlu adanya evaluasi di internal terkait keamanan data.
Sebutlah peningkatan (upgrade) secara berkala. Sehingga para peretas (hacker) tidak mudah masuk, lebih-lebih meraup data publik yang begitu besarnya.
“Ini data berisi NIK, nomor induk kependudukan yang itu bisa jadi dimanfaatkan orang-orang tertentu,” ulasnya, berkenaan dengan potensi kejahatan yang bisa dilakukan dengan menggunakan data tersebut untuk mengajukan pinjaman, baik di bank maupun daring.
Selain itu, seseorang dapat mengaku sebagai pemilik data untuk mengakses berbagai kegiatan. Misalnya untuk program sosial atau layanan kesehatan. Kemudian yang cukup sering adalah spam atau phising melalui email dan telepon. “Tentu ini menjadi alarm bahaya bagi kita semua tentunya,” tegasnya lagi.
Cerita bermula dari unggahan sebuah akun Twitter @SRifqi. Dia melaporkan jika ada 1,3 miliar data pengguna kartu SIM bocor.
“1,3 miliar data pendaftaran kartu SIM telepon Indonesia bocor!” ungkap akun @SRifqi, sambil menyertakan tangkapan layar akun Bjorka yang menjual data bocoran itu, Kamis (1/9).
“Data pendaftaran meliputi NIK, nomor telepon, nama penyedia (provider), dan tanggal pendaftaran. Penjual menyatakan bahwa data ini didapatkan dari Kominfo RI,” lanjutnya.
Di situs gelap itu, pelaku juga melampirkan total 18 gigabita yang berisi NIK, nomor telepon, serta operator seluler yang digunakan pemilik nomor.
Malahan, Chairman Lembaga Riset Siber CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) Pratama Persadha mengonfirmasikan, 1,5 juta sampel data yang dibagikan oleh peretas terbukti valid milik masyarakat Indonesia.
Tetapi meskipun sumber kebocoran datanya belum jelas, kemungkinannya antara Kominfo, Dukcapil, dan operator seluler, kata Rizqi, tetap negaralah yang seharusnya bertanggung jawab secara penuh terkait kebocoran data dimaksud.
“Negara bertanggung jawab penuh terkait dengan keamanan data yang oleh pemerintah dijamin ternyata tidak terjamin,” pungkasnya.[] Zainul Krian