Mediaumat.news – Rencana pengenaan PPN pada 12 bahan makanan kebutuhan pokok dinilai Peneliti Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak rezim semakin kapitalistik.
“Di satu sisi pemerintah memberikan berbagai insentif kepada kelas menengah atas dan pengusaha, seperti penghapusan royalti tambang, tapi masyarakat luas mau dinaikkan pajaknya. Bisa disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah saat ini semakin kapitalistik, sehingga kesejahteraan rakyat memburuk,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Selasa (15/6/2021).
Menurutnya, jika pemerintah mau serius mengelola kekayaan alam negara ini, maka itu sudah lebih dari cukup untuk membiayai pengeluaran negara setiap tahunnya, tanpa perlu mengenakan pajak yang berlebihan seperti saat ini. “Dengan cara itu, pemerintah juga akan mampu membebaskan diri dari utang yang biaya bunganya sudah hampir Rp400 triliun per tahun,” ujarnya.
Ishak mengungkap cara-cara kapitalistik tersebut jelas berbeda dengan penerapan sistem ekonomi dalam negara khilafah Islam. “Dalam sistem ekonomi Islam, kekayaan alam akan dikelola secara optimal dan negara tidak akan melakukan pinjaman riba. Kalaupun negara mengenakan pajak, sifatnya terbatas untuk orang-orang kaya saja, dan bersifat temporer, yakni jika pendapatan negara tidak cukup untuk membiayai beberapa belanja negara yang utama, seperti gaji pegawai, infrastruktur yang memang dibutuhkan publik, belanja untuk jihad fi sabilillah, dan bencana alam. Setelah belanja tersebut dapat dipenuhi maka pajak dihentikan,” jelasnya.
Oleh sebab itu, ia menilai, rencana perubahan UU yang akan mengenakan PPN pada 12 bahan makanan pokok tersebut menunjukkan bahwa empati pemerintah terhadap rakyat semakin tipis. “Bagaimana mungkin di saat kondisi ekonomi yang terpuruk pemerintah malah mengajukan kebijakan baru yang akan membebani rakyat. Meskipun pemerintah belakangan meralat bahwa kebutuhan tersebut hanya untuk menyasar makanan premium, tapi belum ada jaminan bahwa PPN non-premium tidak akan mengalami kenaikan,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it